Bahasa Tansi, juga dikenal sebagai bahasa Tangsi, memiliki sejarah yang kaya dan unik di Kota Sawahlunto, Sumatera Barat. Bahasa ini merupakan hasil interaksi sosial antara berbagai etnis yang bekerja di industri pertambangan batu bara pada masa kolonial Belanda.
Berikut informasi tentang bahasa Tansi, asal-usul, perkembangan, dan contohnya. Yuk, simak!
Apa itu Bahasa Tansi?
Dikutip dari artikel jurnal berjudul Recreolization as Decolonial Dramaturgy: Tansi Language in Tonel Performance, Sawahlunto City karya Dede Pramayoza dan Fresti Yuliza, bahasa Tansi adalah bahasa kreol yang muncul di Sawahlunto. Awalnya bahasa ini berkembang sebagai pidgin untuk komunikasi di antara pekerja dari berbagai latar belakang etnis.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sedangkan pidgin adalah bentuk bahasa sederhana yang berkembang sebagai alat komunikasi antara kelompok-kelompok yang tidak memiliki bahasa yang sama. Bahasa pidgin biasanya muncul ketika orang-orang dari latar belakang bahasa yang berbeda perlu berkomunikasi, biasanya dalam situasi perdagangan, kolonialisme, atau kerja paksa, tetapi tidak sempat mempelajari bahasa satu sama lain secara mendalam.
Pidgin memiliki kosakata yang terbatas dan tata bahasa yang disederhanakan, sehingga berbeda dari bahasa asli para penuturnya. Bahasa pidgin biasanya tidak memiliki penutur asli; sebaliknya, ia dipelajari sebagai bahasa kedua oleh orang-orang dari berbagai latar belakang bahasa.
Jika pidgin ini kemudian berkembang dan digunakan secara luas oleh generasi berikutnya sebagai bahasa pertama, bahasa tersebut dapat berubah menjadi bahasa kreol, dengan struktur tata bahasa dan kosa kata yang lebih kompleks.
Bahasa ini kemudian berevolusi menjadi bahasa kreol yang khas dan mencerminkan budaya masyarakat Tansi, keturunan dari para tahanan kolonial. Bahasa Tansi menggabungkan unsur-unsur dari berbagai bahasa, termasuk Minangkabau, Jawa, Tionghoa, dan lainnya, dengan bahasa Melayu sebagai bahasa utama. Bahasa ini memiliki arti penting dalam kajian pascakolonial karena menunjukkan pengaruh kolonialisme yang bertahan lama pada bahasa dan budaya.
Asal Usul dan Latar Belakang Sebagai Kota Pertambangan
Sawahlunto dikenal sebagai salah satu kota tambang batu bara tertua di Indonesia. Penemuan deposit batu bara oleh insinyur Belanda Willem Hendrik de Greve pada tahun 1868 memicu pengembangan industri pertambangan di daerah ini. Untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja, pemerintah kolonial mendatangkan buruh dari berbagai daerah di Indonesia, termasuk Jawa, Sunda, Bugis, dan Batak.
Interaksi Budaya
Dengan kedatangan buruh dari berbagai etnis, terjadi interaksi sosial yang intens. Para buruh tinggal di barak-barak yang disebut "tangsi," yang menjadi tempat mereka berkomunikasi dan berinteraksi.
Bahasa Tansi lahir dari kebutuhan untuk berkomunikasi di antara para buruh yang berasal dari latar belakang bahasa yang berbeda. Bahasa ini awalnya merupakan bentuk bahasa pijin, tetapi seiring waktu berkembang menjadi bahasa kreol yang lebih kompleks.
Ciri Khas Bahasa Tansi
Bahasa Tansi memiliki karakteristik sebagai berikut:
- Kreol Multietnis: Bahasa ini mengandung unsur-unsur dari berbagai bahasa etnis yang ada di Sawahlunto. Pengaruh utama berasal dari bahasa Melayu, tetapi juga mencakup elemen dari bahasa Belanda dan bahasa daerah lainnya.
- Identitas Budaya: Bahasa Tansi tidak hanya berfungsi sebagai alat komunikasi tetapi juga menjadi simbol identitas bagi masyarakat Sawahlunto. Ia mencerminkan sejarah sosial dan budaya yang kaya serta keragaman etnis di kota ini.
- Warisan Budaya Tak Benda: Pada 10 Oktober 2018, Bahasa Tansi ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Penetapan ini menunjukkan pentingnya pelestarian bahasa ini sebagai bagian dari warisan budaya lokal.
Perkembangan dan Pelestarian
Seiring dengan perkembangan zaman dan perubahan sosial, penggunaan Bahasa Tansi mengalami tantangan. Namun, upaya pelestarian terus dilakukan melalui kegiatan budaya dan pendidikan.
Generasi muda diajak untuk mengenal dan menggunakan bahasa ini dalam kehidupan sehari-hari. Berikut upaya untuk melestarikan bahasa Tansi:
- Lomba Teater Berbahasa Tansi: Kegiatan ini bertujuan untuk melibatkan generasi muda dalam penggunaan bahasa Tansi melalui seni pertunjukan.
- Edukasi Budaya: Sekolah-sekolah di Sawahlunto mulai memasukkan pelajaran tentang sejarah dan penggunaan Bahasa Tansi dalam kurikulum mereka.
(dhm/dhm)