Musik Melayu adalah bagian integral dari warisan budaya dan berfungsi tidak hanya sebagai hiburan, tetapi juga sebagai alat untuk menyampaikan nilai-nilai budaya. Ada karakter yang khas di musik Melayu yang mencerminkan budaya, sejarah, dan adat istiadat.
Di Kota Medan, musik Melayu mencerminkan perpaduan antara budaya Melayu dengan pengaruh lokal dan budaya lainnya. Lalu, apakah kamu tahu Perkembangan Musik Melayu di Kota Medan? Berikut detikSumut jelaskan Perkembangan Musik Melayu di Kota Medan.
Sejarah Perkembangan Musik Melayu di Kota Medan
Dikutip dari Laman Kemendikbud, Pada era tahun 1960-an, perkembangan musik Melayu di Kota Medan dikenal sebagai masa-masa kembali pada kepribadian musik khas Indonesia melawan pengaruh budaya barat. Pada awal tahun 1970-an, musik Timur Tengah, khususnya qasidah gambus, mulai mengalami perkembangan di Kota Medan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pertunjukan qasidah gambus biasanya disertai oleh alat musik seperti gambus, biola, seruling, gendang, tabla, dan sejenisnya. Perkembangan orkes Melayu di Kota Medan dipengaruhi oleh pergeseran aliran musik Melayu yang datang dari luar daerah.
Sejak kemunculan Ellya Khadam yang memperkenalkan kreasi musik Melayu, dan kemunculan Rhoma Irama yang memperkenalkan musik Melayu beraliran dangdut, hal tersebut semakin menyemarakkan jenis musik Melayu yang ada di Kota Medan.
Pengaruh Dangdut Terhadap Musik Melayu
Popularitas musik Melayu dangdut, yang dipelopori oleh Ellya Khadam dan Rhoma Irama, mencapai puncaknya pada tahun 1970-an dan semakin meningkatkan perhatian para komponis terhadap musik rakyat. Sejak pertengahan tahun 1970-an, musik orkes Melayu (dangdut) mencapai puncak perkembangannya.
Awalnya jika dilihat suatu pertunjukan orkes Melayu, maka khas Melayu akan tampak misalnya saja dari pakaian yang digunakan yang berwarna kuning lengkap dengan songketnya, di samping itu penyebab orkes-orkes Melayu bergeser karena masyarakat di Kota Medan telah mengenal beberapa jenis musik lain, bukan hanya musik dangdut tetapi aliran musik pop dan rock juga telah menyatu pada masyarakat Kota Medan.
Selain itu karena terlalu mahalnya tarif harga untuk memanggil orkes-orkes Melayu tersebut, yang bisa dan sanggup untuk memanggilnya adalah masyarakat kelas atas, sehingga sesekali dalam setiap bulan masyarakat bisa menikmati pertunjukan orkes tersebut.
Masa Keemasan Band Rock Melayu Malaysia hingga Kota Medan
Sekitar tahun 1988 hingga 1993, periode tersebut dikenal sebagai masa keemasan musik rock Malaysia. Pada masa itu, banyak band-band rock yang bermunculan dengan berbagai albumnya, seperti: Arena, Lestari, Aryan, Melissa, Handy Black, Kejora, Zodiak, Putra, Fotograf, GAMMA, Teras, Blackrose, CRK, Hidayu, Qiara, Garuda, Olan, Sweat, Ekamatra, Mercury, Lipan Bara, Iklim, Scarecrow (MASA), Sera, Menara, Evolusi, Erat, Garuda, Skala, dan masih ada banyak yang lainnya.
Pada masa tersebut, band-band rock Melayu yang tumbuh di Malaysia juga mengalami beberapa hambatan. Hampir semua band tersebut dilarang tampil di stasiun televisi yang dimiliki oleh Kerajaan Malaysia.
Popularitas musik rock Melayu pada masa keemasannya juga sampai ke Kota Medan dengan salah satu tembang yang paling terkenal ialah Isabella yang muncul pada akhir tahun 1980-an dan sempat dibuat Film yang diangkat dari judul lagu tersebut dirilis pada tahun 1990 dan dibintangi oleh Amy Search sebagai pemeran utama bersama Nia Zulkarnain. Kemudian banyak band rock Malaysia bermunculan membanjiri pasar Indonesia dari media elektronik seperti radio dan televisi serta kaset albumnya.
Pada awal tahun 1990-an, band-band rock dari Indonesia mulai muncul dan menjadi hiburan bagi para penggemar musik di Kota Medan. Namun, pada pertengahan 1990-an, istilah baru muncul di Kota Medan untuk menyebut musik rock Melayu, yang dikenal sebagai "rock kapak" oleh masyarakat setempat.
Kejadian ini bermula dari sekelompok anak muda yang berada di pinggir jalan, menyanyi sambil bermain gitar dan membawakan lagu-lagu dari band-band bergenre musik rock Melayu. Karena kebisingan yang ditimbulkan oleh kegiatan bermain dan bernyanyi mereka, warga sekitar pun mengejar mereka dengan kapak.
Menjelang tahun 2000-an, musik-musik Melayu mulai mendapatkan pengaruh yang cukup besar dari budaya luar sesuai dengan perkembangan zaman yang menuntut musik Melayu menyesuaikan dengan keadaan sekarang. Perubahan ini dapat kita saksikan dengan jelas dari jenis musiknya, kandungan lagunya, dan alat-alat musik yang mengiringi pertunjukkannya.
Pada masa lalu, pertunjukan musik Melayu biasanya diiringi oleh alat musik tradisional seperti gendang, gambus, dan akordeon. Namun saat ini, fungsi tersebut telah digantikan oleh alat musik modern seperti keyboard, meskipun beberapa alat musik tradisional masih tetap digunakan.
Demikianlah perkembangan dari Musik Melayu di Kota Medan semoga bermanfaat ya detikers.
Artikel ini ditulis Indri Rovelia Lumbanbatu mahasiswa magang UHN Medan
(astj/astj)