Kepulauan Nias menyimpan sejumlah wisata dan budaya yang begitu memikat, salah satunya Lompat Batu. Lompat Batu ternyata prosesi sakral bagi laki-laki yang ingin diakui di beberapa daerah di Kepulauan Nias.
Lompat Batu sendiri berada di Desa Adat Bawomataluo di Kabupaten Nias Selatan. Desa ini sudah berdiri sejak 1830-an dan menjadi asal Lompat Batu.
"Desa Bawomataluo yang berdiri sekitar 1830-an itu berada di ketinggian 270 mdpl, wilayah tertinggi di Nias Selatan. Bawomataluo sendiri berarti Bukit Matahari. Dan di Desa Adat Bawomataluo inilah atraksi lompat batu yang sudah sangat terkenal berasal," demikian tertulis di website indonesia.go.id yang dilihat, Kamis (23/5/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Butuh waktu 2,5 jam dari Bandara Binaka yang ada di Kota Gunungsitoli untuk menuju Desa Bawomataluo. Pintu masuk ke desa berupa tangga batu dengan 86 anak tangga.
Tradisi lompat batu atau dalam bahasa setempat disebut Fahombo, hanya untuk laki-laki di Nias. Selain lompat batu, di desa ini juga ada rumah adat Omo Hada dan situs-situs megalitikum yang banyak terdapat di desa ini.
Dahulu, saat perang antar wilayah kerap terjadi, mereka harus memanjat pagar setinggi dua meter atau lebih untuk mencapai benteng lawan. Masyarakat yang hendak ikut berperang dan diterima sebagai prajurit raja harus bisa melompati bambu setinggi dua meter, agar bisa masuk ke wilayah lawan.
Sehingga setiap calon prajurit harus mengikuti seleksi dengan cara melompati tumpukan batu dengan ketinggian 2 meter dan tebal 40 centimeter. Hal itu untuk membuktikan jika calon prajurit itu telah dianggap dewasa dan matang secara fisik.
Saat tidak ada lagi perang, Lompat Batu tersebut dipakai sebagai penanda remaja Nias sudah menginjak dewasa. Laki-laki mulai berusia 10 tahun harus bisa melewati batu itu untuk dianggap dewasa.
Laki-laki yang akan melaksanakan prosesi Lompat Batu akan memakai pakaian adat keprajuritan. Hal itu diartikan jika laki-laki siap untuk berperang dalam kehidupan dan siap memikul tanggung jawab dalam masyarakat.
Begitu prestisiusnya kemampuan lompat batu ini, maka sang pemuda yang telah berhasil menaklukkan batu ini pada kali pertama bukan saja akan menjadi kebanggaan dirinya sendiri tapi juga keluarganya. Bagi keluarga sang pemuda yang baru pertama kali mampu melompati batu setinggi 2 meter ini biasanya akan menyembelih beberapa ekor ternak sebagai wujud syukur atas keberhasilan anaknya.
Karena sebuah kebanggaan, maka setiap pemuda tidak mau kalah dengan yang lain. Sejak umur sekitar 7-12 tahun atau sesuai dengan pertumbuhan seseorang, anak-anak laki-laki biasanya berlatih dengan melompat tali atau tumpukan batu mulai yang rendah hingga semakin tinggi.
Pelaksanaan tradisi lompat batu ini biasanya diadakan pada waktu yang ditentukan oleh masyarakat. Untuk tempat pelaksanaan tradisi Lompat Batu ini dilakukan di tempat khusus, biasanya setiap kampung yang sering melakukan tradisi ini memiliki tempat tersendiri yang digunakan secara turun-temurun.
Peserta akan mengambil ancang-ancang yang tidak terlalu jauh, kemudian berlari kencang dan menginjakkan kaki pada sebongkah batu sebagai tumpuannya. Lalu dia melompat ke udara dan melewati batu besar setinggi 2 meter tersebut. Saat melompat, peserta tidak boleh sampai menyentuh batu besar tersebut, apabila menyentuh maka dia belum berhasil.
Ketangkasan ini memerlukan latihan rutin. Jadi tidak sembarang anak remaja boleh melompat. Karena risiko bisa patah tulang. Oleh karena itu, para remaja Nias perlu belajar cara melompat dan cara jatuhnya supaya kelak tidak celaka ketika menjalani lompat batu.
Tidak hanya dijadikan tradisi, lompat batu juga bisa dijadikan pertunjukan yang menarik kunjungan wisatawan lokal dan mancanegara. Wisatawan dapat menyaksikan ketangguhan dan kegagahan para anak laki-laki pulau Nias yang sedang berproses perubahan masa anak-anak ke dewasa.
Ternyata tradisi lompat batu ini tidak terdapat di semua wilayah Kepulauan Nias. Hanya terdapat pada kampung-kampung tertentu saja seperti di wilayah Teluk Dalam, Nias Selatan.
Tradisi Lompat Batu masih terus dilestarikan hingga sekarang, bahkan kini tradisi Lompat Batu ini menjadi salah satu simbol budaya masyarakat Nias. Selain sebagai upacara atau ritual adat, tradisi itu juga menjadi salah satu daya tarik para wisatawan yang sedang berkunjung ke sana.
(dhm/dhm)