Bicara soal perkembangan sastra di Indonesia, tidak akan terlepas dari sosok Tengku Amir Hamzah. Pahlawan Nasional yang dihukum gantung saat gejolak revolusi sosial pecah di Sumatera Timur pada 1946.
Amir Hamzah lahir di Tanjung Pura, Langkat, Sumatera Utara (Sumut) pada 28 Februari 1911. Amir merupakan keturunan bangsawan Melayu Langkat.
"Amir Hamzah tumbuh dalam lingkungan bangsawan Langkat yang taat pada agama Islam. Pamannya, Machmud, adalah Sultan Langkat yang berkedudukan di ibu kota Tanjung Pura, yang memerintah tahun 1927-1941. Ayahnya, Tengku Muhammad Adil (yang tidak lain adalah saudara Sultan Machmud sendiri), menjadi wakil sultan untuk Luhak Langkat Bengkulu dan berkedudukan di Binjai, Sumatra Timur," demikian tertulis di laman Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, yang dilihat detikSumut, Kamis (28/12/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Amir menempuh pendidikan di Langkatsche School di Tanjung Pura pada tahun 1916. Dia belajar mengaji di Maktab Putih di sebuah rumah besar bekas istana Sultan Musa, di belakang Masjid Azizi Langkat sore harinya.
Kemudian melanjutkan setingkat SMP di MULO pada 1924 di Medan. Dia tidak menuntaskan pendidikannya di MULO, Amir kemudian pindah ke Jakarta untuk menuntaskan sekolah setingkat SMP.
Setelah itu Amir Hamzah kemudian melanjutkan studinya setingkat SMA di Solo, Jawa Tengah di AMS jurusan Sastra Timur. Tamat AMS, dia kembali ke Jakarta dan masuk Sekolah Tinggi Hukum untuk meraih sarjana muda hukum.
Amir Hamzah sendiri dikenal sebagai salah satu tokoh sastrawan Pujangga Baru. Sejak kecil, dia sudah akrab dengan sastra dan sejarah karena besar di lingkungan bangsawan.
Saat sekolah di AMS, Amir semakin mengasah jiwa sastra nya. Dalam syair-syair Amir Hamzah, tersirat soal refleksi dari religius dan kecintaannya kepada tanah air hingga keresahannya sebagai pemuda Melayu.
Secara keseluruhan ada sekitar 160 karya Amir yang berhasil dicatat, di antaranya 50 sajak asli, 77 sajak terjemahan, 18 prosa liris asli, 1 prosa liris terjemahan, 13 prosa asli dan 1 prosa terjemahan. Karya-karyanya tercatat dalam kumpulan sajak Buah Rindu, Nyanyi Sunyi, Setanggi Timur dan terjemahan Baghawat Gita.
Armijn Pane dan Sutan Takdir Alisyahbana merupakan sahabat dari Amir Hamzah yang dikenal sebagai pemimpin majalah Poedjangga Baroe. Mereka mengelola majalah yang menguasai kehidupan sastra dan Kebudayaan Indonesia dari tahun 1933 hingga pecah perang dunia kedua.
Setelah Indonesia merdeka, Amir Hamzah kemudian diangkat sebagai Wakil Pemerintah Indonesia untuk Langkat yang berkedudukan di Binjai pada 29 Oktober 1945. Saat itu, Amir Hamzah sebagai Pangeran Langkat Hulu di Binjai dari Kesultanan Langkat.
Namun Amir Hamzah menjabat tidak sampai setahun sebagai Wakil Pemerintah Indonesia untuk Langkat. Amir Hamzah tewas saat revolusi sosial pecah di Sumatera Timur pada 3 Maret 1946.
Saat revolusi sosial, rakyat mengincar keluarga kerajaan yang ada di Sumatera Timur. Keluarga bangsawan saat itu dianggap tidak memihak kepada rakyat.
Termasuk Amir Hamzah yang merupakan keluarga Kesultanan Melayu Langkat. Amir Hamzah dihukum pancung oleh rakyat pada 20 Maret 1946.
Belakangan, Amir Hamzah terbukti hanyalah korban yang tidak bersalah dari sebuah revolusi sosial. Pada tahun 1975 Pemerintah RI menganugerahinya gelar Pahlawan Nasional.
Amir Hamzah sendiri dimakamkan di kompleks makam Kesultanan Langkat di Masjid Azizi, Tanjung Pura, Langkat. Komplek makam itu sendiri ditetapkan sebagai cagar budaya oleh Pemkab Langkat pada 2023.
(dhm/dhm)