Mengenal Bahasa Palembang Halus di Kesultanan Palembang, Bebaso Palembang

Mengenal Bahasa Palembang Halus di Kesultanan Palembang, Bebaso Palembang

Salsabilla Azzahra Makka - detikSumut
Jumat, 31 Mar 2023 13:49 WIB
Sejumlah penumpang berada di atas  perahu kayu melintasi Sungai Musi di Palembang, Sumatera Selatan, Rabu (22/11). Angkutan sungai menjadi pilihan moda transportasi yang diminati masyarakat yang berada disepanjang aliran sungai musi.
Jembatan Sungai Musi, Palembang. Foto: Agung Pambudhy
Jakarta -

Bahasa Palembang berasal dari bahasa Melayu tua yang berbaur dengan bahasa Jawa dan diucapkan menurut logat/dialek orang Palembang. Gaya bahasa orang Palembang irama dan logat Melayu nya sangat ketara.

Bahasa Palembang ini memiliki varian Bebaso atau bahasa Palembang halus dan baso sari-sari atau bahasa Palembang sehari-hari. Tapi, sekarang masyarakat Palembang tidak lagi memakai Bebaso.

Masyarakat hanya menggunakan baso sari-sari saja dalam kehidupannya. Bebaso hanya dapat dijumpai di kalangan orang-orang tertentu saja. Karena Bebaso ini sudah semakin langkah dan hampir punah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pengertian Bebaso Palembang (Bahasa Palembang Halus)

Sejarah kata Bebaso berasal dari kata baso yang berarti berbahasa, yaitu sistem lambang bunyi berartikulasi yang bersifat sewenang-wenang dan konvensional yang dipakai sebagai alat komunikasi. Hal ini diketahui dari Jurnal Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang yang berjudul Sejarah Bebaso (Bahasa Palembang) Di Kesultanan Palembang Darussalam.

Bebaso terdiri dari kosakata bahasa Jawa, yang oleh orang Belanda di masa lampau menyebutnya Palembang Javaans (bahasa Jawa Palembang). Kosakata yang dipergunakan di dalam Bebaso tidak mempunyai tingkatan khusus dari sekitar 16 tingkatan dalam bahasa Jawa.

ADVERTISEMENT

Kata Bebaso disebut dengan bahasa halus atau disebut juga dengan bahasa anggon, ketika sedang menggunakan Bebaso artinya berbicara menggunakan bahasa Palembang halus. Bebaso berasal dari bahasa Melayu Tua yang berbaur dengan Jawa dan diucapkan menurut logat atau dialek orang Palembang.

Bebaso dapat diartikan sebagai bahasa yang halus dan sopan, semula hanya digunakan dikalangan keraton saja, kemudian berlaku untuk segala kalangan masyarakat. Dahulu, jika ada anak muda yang tidak pandai Bebaso sangat memalukan sekali.

Asal Usul Bebaso (Bahasa Palembang Halus)

Menurut sejarah, Bebaso hanya dipergunakan pada lingkup ruang pemakaian dan komunitas yang terbatas, yaitu lingkungan dan komunitas (bangsawan) Kerajaan Palembang dan Kesultanan Palembang Darussalam.

Artinya, pada zaman keraton masih ada, Bebaso hanya dipergunakan oleh keturunan bangsawan dan untuk kerabat keraton. Untuk berkomunikasi dengan rakyat biasa, mereka menggunakan bahasa Melayu Palembang.

Dengan demikian, seiring hilangnya tahta kesultanan pada tahun 1823, jumlah penutur dan intensitas pemakaian Bebaso secara berangsur-angsur berkurang, walaupun tidak hilang sama sekali.

Bebaso merupakan bahasa asli Palembang yang beberapa kosakatanya mempunyai kesamaan dengan bahasa Jawa. Namun, bukan berarti bahasa ini berasal dari bahasa Jawa.

Hal ini disebabkan hubungan kemasyarakatan (kultural) Palembang (Kerajaan Sriwijaya saat itu dan Kerajaan Palembang kemudian Kesultanan Palembang Darussalam) dan Jawa, sehingga terjadi akulturasi termasuk bahasa.

Adanya kemiripan bahasa Palembang dengan bahasa Jawa terjadi karena adanya hubungan masa lalu antara kerajaan di Palembang dengan kerajaan di Jawa. Itulah sebabnya perbendaharaan kata Bebaso banyak persamaannya dengan perbendaharaan kata dalam bahasa Jawa.

Di samping itu terjadi juga perkawinan antara putri raja-raja Jawa dengan putra keturunan raja-raja Palembang. Demikianlah proses dari Kesultanan di Palembang dan Kerajaan Jawa yang diyakini menjadi penyebab banyaknya kesamaan arti kata dalam Bebaso dengan bahasa Jawa.

Upaya Mempertahankan Bebaso (Bahasa Palembang Alus)

Ancaman kepunahan bahasa seharusnya menjadi kesadaran bagi suatu daerah untuk mencari cara bagaimana itu tetap dapat dilestarikan. Hal ini tertulis dalam Jurnal Universitas Negeri Jakarta yang berjudul Upaya Pelestarian Palembang (Alus) Bebaso.

Kepunahan bukan kecemasan yang yang tidak beralasan karena menyusutnya citra dan nilai ekonomi bahasa daerah merupakan sebagian dari sumber permasalahan. Sebagian yang lain berkenaan dengan kegagapan bahasa daerah yang harus mampu mengungkapkan masalah kekinian.

Karena kekurangan itu, tanpa upaya pelestarian yang terencana, bahasa daerah akan ditinggalkan penuturnya. Dari beberapa bahasa daerah di Indonesia yang terklasifikasi menjadi bahasa ibu, salah satu yang belum tertangani secara menyeluruh dari segi pelestarian dan pengawasan penutur adalah bahasa Melayu.

Hal ini disebabkan oleh bahasa melayu acap kali tersamarkan dengan bahasa lain, seperti bahasa Jawa atau bahasa Indonesia karena mirip. Dalam hal ini upaya untuk melestarikan bahasa daerah, mau tidak mau, tidak boleh meninggalkan generasi muda. Termasuk pelestarian Bahasa Palembang halus.




(row/row)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads