Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Kamdani, menyebut angka pemutusan hubungan kerja (PHK) terus meningkat. Berdasarkan catatan Apindo pada periode Januari-Juni 2025, jumlah pekerja yang terkena PHK mencapai 150 ribu orang.
Shinta menyebut dari jumlah tersebut 100 ribu di antaranya terdata sudah mengajukan klaim manfaat. Data itu mereka peroleh dari BPJS Ketenagakerjaan.
"Kalau kami di Apindo kami pakai data PHK itu kan dari BPJS Ketenagakerjaan, jadi kita melihat yang keluar dari BPJS itu kan PHK sampai dengan Januari sampai Juni 2025 itu kan sudah 150 ribu. Dan yang klaim itu 100 ribuan. Jadi ini angka yang dipakai, dasarnya dari BPJS Ketenagakerjaan," katanya dikutip detikFinance.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Angka itu lebih tinggi dari data yang disampaikan oleh Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker). Kemnaker mencatat jumlah angka korban PHK pada Januari sampai bulan Juni mencapai 42.385 pekerja. Angka ini naik sekitar 32,19% dari periode yang sama di tahun lalu yakni sebanyak 32.064 pekerja.
Hanya Shinta menyebut tak ingin berdebat soal perbedaan angka PHK. Ia hanya menekankan bukti PHK itu ada, dan angkanya meningkat cukup tinggi.
"Tapi tentunya kita juga melihat bahwa dalam Kemenaker punya laporan dari Disnaker dan lain-lain. Jadi makanya saya bilang kita nggak usah berdebat soal angka, data. Tapi yang jelas kelihatan tadi kenaikan itu ada, pemerintah mengatakan 32%. Itu kan angka tinggi, kenaikan tinggi. Dan ini memang sudah dirasakan juga dari survey yang dibuat APINDO," beber Shinta.
Shinta berpendapat gelombang PHK masih akan terus bergulir. Apalagi dengan adanya tarif 19% dari Amerika Serikat, hal itu berpotensi mengganggu kinerja industri berorientasi ekspor.
"Jadi kita sama-sama sepakat bahwa ini bukan hanya PHK biasa, tapi ini PHK sedang benar-benar berjalan dan masih terus bergulir. Makanya dari sisi tarif Trump dan lain-lain itu jangan sampai kita bertambah lagi. Karena yang kena kan ekspor yang kena di sana TPT (Tekstil dan Produk Tekstil)" sebut Shinta.
"Kalau sekarang kita nggak punya tarif yang lebih baik dari kompetitor dan ada pengalihan order, itu kan akan mengganggu nantinya tenaga kerja di Indonesia juga, nanti PHK-nya akan semakin bertambah," tutupnya.
(astj/astj)