Harga MinyaKita jelang Natal dan Tahun Baru (Nataru) mengalami kenaikan mencapai 10% di atas Harga Eceran Tertinggi (HET). Rantai pasokan yang terlalu panjang menjadi penyebab Utama.
Deputi Bidang Perdagangan dan Pangan KSP Edy Priyono mengungkapkan melonjaknya harga MinyaKita karena ada masalah pada rantai pasoknya. Edy mengatakan adanya tambahan rantai pasok yang terjadi dari level distributor ke pengecer.
"Nah hasil dari verifikasi lapangan kami di Jabar dan Jateng. Dari produsen ke distributor itu nggak ada masalah, nah yang jadi masalah itu dari distributor ke pengecer. Ternyata sangat sedikit pengecer yang dapat barang dan langsung ambil ke distributor dua, di tengah itu ada grosir dan sales yang berlapis-lapis," ujarnya dikutip detikFinance, Senin (23/12/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Temuan KSP, kata Edy, harga MinyaKita i pasaran mencapai Rp 17.200 per liter atau selisih 9,55% dari HET yakni Rp 15.700 per liter. Dia menjelaskan rantai pasokan dari produsen untuk harga per liter MinyaKita Rp 13.500.
Selanjutnya menuju distributor 1 yang dilakukan Bulog harganya menjadi Rp 14.000. Dari situ, Bulog menyalurkan kembali MinyaKita ke distributor berikutnya dengan harga Rp 14.500.
Nah seharusnya dari distributor kedua, MinyaKita bisa dipasarkan langsung ke pengecer dan kemudian dijual kembali ke masyarakat dengan harga Rp 15.700 sesuai HET. Namun kenyataannya di antara distributor dua dan juga pengecer terdapat tambahan rantai pasok.
Dia mengungkapkan ada tenaga penjualan MinyaKita di pasar yang mengalami peningkatan. Hal ini dikhawatirkan membuat rantai pasok makin panjang dan harga makin mahal.
Pihaknya sendiri mengusulkan agar peran Bulog diperkuat di mana Bulog bisa langsung mengedarkan MinyaKita ke pengecer di pasar. Dengan demikian, rantai pasok dari distributor ke pengecer bisa dipotong.
"Kami sarankan agar Bulog ini bisa memasok langsung ke grosir bahkan ke pengecer. Kalau perlu ada surat perjanjian yang mengambil MinyaKita di Bulog tak boleh jual di atas HET," tutupnya.
(astj/astj)