Program ini direncanakan akan berjalan selama tiga tahun dengan berkolaborasi bersama para pihak untuk dapat menyeimbangkan perlindungan ekosistem laut dengan produksi ekonomi dari kekayaan laut.
Kegiatan ini didukung oleh International Union for Conservation of Nature (IUCN) melalui inisiatif Blue Carbon Accelerator Fund (BCAF).
"Potensi kelautan dan perikanan yang ada diharapkan dapat dimanfaatkan untuk mendukung pembangunan ekonomi biru di Sumatra Utara. Melalui program ini diharapkan dapat berkontribusi terhadap peningkatan mitigasi, adaptasi, dan ketahanan iklim di Indonesia, khususnya di Sumatra Utara," ungkap Sekretaris Daerah Provinsi Sumatra Utara, yang diwakili oleh Harianto Butar Butar, Kamis (11/5/2023).
Harianto menyebutkan bahwa Indonesia sebagai penghasil perikanan terbesar di dunia memiliki estimasi potensi sumber daya perikanan sebesar 10,5 juta ton setiap tahun. Angka tersebut berkontribusi hingga US$ 27 miliar terhadap pendapatan negara. Namun, ekosistem laut Indonesia hingga kini masih dibayang-bayangi oleh berbagai ancaman kerusakan.
"Dengan kondisi tersebut, program kolaborasi ini berupaya untuk menyeimbangkan perlindungan ekosistem laut serta produksi ekonomi yang berasal dari kekayaan laut secara berkelanjutan di area seluas 29.230,85 ha di KKP Sawo Lahewa," ujarnya.
Selain itu, inisiatif ini juga sebagai bentuk dukungan atas target Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam memperluas kawasan konservasi hingga 30 persen dari luas perairan Indonesia pada tahun 2045 mendatang.
Kepala Bidang Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Dinas Kelautan dan Perikanan Sumut, M. Riza Kurnia Lubis menyampaikan bahwa potensi kelautan dan perikanan Sumatera Utara sangat besar. Namun, ia mengakui masih diperlukan pengelolaan yang tepat dan berkelanjutan agar bermanfaat untuk masyarakat.
"Beberapa potensi kelautan dan perikanan Sumatra Utara terdiri dari potensi perikanan tangkap dan perikanan budidaya, di mana produksi perikanan tangkap pada tahun 2022 sebesar 449.571,70 ton/tahun dan dan produksi perikanan budidaya 217.945,50 ton/tahun," tutur Riza.
Senada dengan hal itu, Kepala Bidang Perekonomian dan Sumber Daya Alam, Badan Perencanaan Penelitian, dan Pengembangan (Bappelitbang) Sumut, Tarsudi menilai meski wilayah Sumut didominasi perairan. Namun, selama ini, lebih banyak mengembangkan wilayah daratan.
"Padahal, potensi ekosistem perairan, mulai dari mangrove, terumbu karang, dan lamun menjadi penyumbang terbesar dalam penyerapan karbon. Melalui BCAF, Pemprov Sumatra Utara dan KI berharap program ini dapat membantu Pemerintah dalam mencapai target penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 35,55 juta ton di tahun 2023," jelas Tarsudi.
Direktur Sundaland KI, Teuku Youvan, menilai program pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan di Sumatra Utara merupakan salah satu kegiatan yang tertuang dalam dalam Perjanjian Kerja Sama antara Pemerintah Provinsi Sumatra Utara dengan KI pada Juni tahun lalu.
Kegiatan ini juga masuk ke dalam bidang kerja perikanan dan kelautan KI di wilayah Sumatra Utara.
"Untuk mewujudkan hal ini, perlu disusun zonasi yang tepat berdasarkan aturan yang berlaku dan kajian ilmiah yang didukung oleh masyarakat setempat. Diharapkan kajian konservasi perairan yang terbentuk akan memiliki pengelolaan yang baik dan memberikan kontribusinya pada kesejahteraan masyarakat dan lingkungan," kata Teuku.
Selain itu, melalui kegiatan ini, KI juga akan membantu pemerintah dan masyarakat dalam melakukan rehabilitasi ekosistem mangrove di Sawo Lahewa.
"Sejumlah kajian dan pelatihan untuk peningkatan ekonomi masyarakat pesisir rencananya akan dilakukan untuk dapat mendukung pembangunan ekonomi biru. Lebih jauh lagi, setelah program BCAF selesai, rencananya KI akan mengidentifikasi mekanisme pendanaan inovatif yang dapat mendukung keberlanjutan pengelolaan kawasan konservasi perairan tersebut," jelas Teuku.
Implementasi program ini di KKP Sawo Lahewa yang berada di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 572, juga akan mendukung proyek nasional Konservasi Alam dan Perikanan Lestari (KAIL), yang secara internasional dikenal dengan inisiatif Blue Halo S.
Seperti diketahui, Inisiatif Blue Halo S merupakan program perlindungan sumberdaya laut dan produksi perikanan untuk mencapai keberlanjutan pengelolaan kelautan di Indonesia, diluncurkan pada acara Ocean 20 (O20) dalam G20 di Bali tahun lalu.
(dpw/dpw)