Pemerintah menetapkan untuk menaikkan Domestic Market Obligation (DMO) sebesar 50 persen. Kenaikan DMO ini direncanakan berlangsung hingga April 2023.
Menanggapi hal ini, Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (GAPKI) Joko Supriyono menyebutkan, penetapan peningkatan Domestic Market Obligation (DMO) sawit seharusnya tak perlu dilakukan.
"Mestinya sih pengaturan minyak goreng tidak perlu sampai terjadi seperti ini lah. Saya lihat bahan baku juga cukup, apalagi kita bicarakan 2,5 juta ton untuk masyarakat low income. Kan itu sebenarnya yang mesti diurusin, masa 2,5 juta ton saja ribet banget," ungkap Joko kepada detikSumut, Rabu (8/2/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan adanya penambahan DMO dari semula 300 ribu ton menjadi 450 ribu ton minyak goreng ke lokal, Joko mengkhawatirkan kenaikan ini akan berpengaruh terhadap TBS.
"Saya khawatir DMO ini naik, khawatirnya dampaknya kepada harga petani, itu yang perlu diantisipasi. Karena sebenarnya harga ini pasar, jadi kebijakan kita yang bisa mempengaruhi harga di pasar, dampaknya ke petani," tuturnya.
Hal tersebut juga turut disayangkan oleh Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Sumut yang berpendapat kebijakan ini semata ditetapkan dengan rasa emosional atau terburu-buru.
"Kebijakan ini kan kebijakan yang emosi dan terburu-buru. Apa memang pasar sudah menyerap 50 persen dari kuota ekspor yang ditargetkan pemerintah untuk DMO wajibkan naik 50 lokal dan ekspor. Itukan mesti dilihat dulu, jangan sampai itu nanti berimbas kepada turunnya harga TBS di petani. Menyelesaikan masalah tapi tambah masalah," kata Gus.
Gus mengatakan pemerintah juga harus dapat menilai kebijakan ini akan turut mengganggu produksi, lantaran ekspor akan tersendat. Ia kemudian mengambil contoh dampak dari pelarangan ekspor yang sempat dilakukan.
"Jangan emosi sesaat tapi memulihkan kondisi ini apalagi untuk sawit kan sulit. Tidak serta merta gampang dengan buka tutup gitu aja. Buktinya setelah pelarangan ekspor, sawit jeblok semua padahal sudah dibuka oleh pak presiden pencabutan larangan tapi pemulihannya berat," pungkas Gus.
(nkm/nkm)