Petani Sawit di Riau Menjerit, Harga Anjlok-Pupuk Melambung

Petani Sawit di Riau Menjerit, Harga Anjlok-Pupuk Melambung

Raja Adil Siregar - detikSumut
Selasa, 17 Mei 2022 19:16 WIB
Pekerja membongkar muat Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit ke atas truk di Mamuju Tengah , Sulawesi Barat, Rabu (11/08/2021). Harga TBS kelapa sawit tingkat petani sejak sebulan terakhir mengalami kenaikan harga dari Rp1.970 per kilogram naik menjadi Rp2.180  per kilogram disebabkan meningkatnya permintaan pasar sementara ketersediaan TBS kelapa sawit berkurang. ANTARA FOTO/ Akbar Tado/wsj.
Buah Sawit (Foto: ANTARA FOTO/AKBAR TADO)
Pekanbaru -

Petani sawit di Provinsi Riau mulai menjerit akibat larangan ekspor crud palm oil (CPO) dan bahan baku minyak goreng lainnya. Petani menjerit karena harga tandan buah segar (TBS) sawit anjlok sejak larangan diberlakukan.

Salah satunya petani sawit di Kabupaten Kuantan Singingi, David Sianturi. David mengaku harga sawit anjlok drastis pada tingkat petani mandiri.

"Sebelum larangan ekspor CPO oleh Pak Presiden, harga masih Rp 3 ribu lebih. Ini sekarang tinggal Rp 1.000, bahkan harga ada yang di bawah Rp 1.000," kata David, Selasa (17/5/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Akibat anjloknya harga TBS sawit, petani mulai merana. Sebab harga sawit anjlok, tapi harga pupuk kimia masih bertahan di harga tertinggi yakni Rp 600-800 ribu/karung 50 Kg.

"Kita mirisnya itu harga sawit turun. Tetapi lihat harga pupuk masih tinggi, mana bisa petani memupuk lagi. Harga sawit tingkat petani sudah tidak imbang untuk membeli pupuk," katanya.

ADVERTISEMENT

David mengaku bisa membeli pupuk kimia dengan harga tinggi. Namun tidak dapat membeli kebutuhan rumah tangga karena kenaikan yang tidak wajar.

Untuk mengatasi mahalnya harga pupuk, petani terpaksa melakukan pemupukan dengan tangkos. Tangkos adalah sisa dari TBS sawit yang sudah diolah perusahaan.

Selain itu, David juga heran karena harga minyak goreng tidak turun. Harga minyak goreng kemasan masih Rp 40 ribu hingga Rp 50 ribu untuk setiap 2 liter.

"Sawit turun, pupuk minyak goreng masih tinggi. Jadi imbasnya ke petani, berdarah-darah petani sekarang karena harga jatuh," kata David.

Hal senada disampaikan Sultan Kevinsyah. Petani sawit di Pekanbaru itu mencatat harga sawit tak stabil sejak ada larangan ekspor. Harga sawit, pernah turun sampai 3 kali dalam sehari.

"Harga sawit sekarang tak stabil, jadi bisa siang ini Rp 2 ribu, sore Rp 1.800 dan malam sudah berubah lagi. Pernah sehari sampai 3 kali berubah harga," kata Kevin.

Terakhir, harga sawit di tingkat petani hanya dibeli seharga Rp 1.800/Kg. Harga itu kemudian turun menjadi Rp 1.650/kg.

"Kalau turun terus begini, bisa terulang lagi seperti beberapa tahun silam. Banyak petani putus asa dan hancur karena harga tidak stabil," katanya.




(ras/afb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads