Bupati Siak, Dr. Afni Zulkifli, menyampaikan keluhan terkait pemangkasan dana transfer pusat yang dinilai berdampak langsung pada pemenuhan hak dasar masyarakat di daerah. Keluhan tersebut disampaikan Afni secara terbuka melalui kolom komentar akun Instagram Kementerian Keuangan, dan Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa. Hal ini terpaksa dilakukan karena berbagai surat dan upaya audensi mempertanyakan hak daerah tak pernah ditanggapi.
Dalam unggahannya, Afni meminta pemerintah pusat, khususnya Kementerian Keuangan, dapat menyalurkan dana transfer yang merupakan hak mutlak rakyat Siak. Ia menegaskan bahwa pemerintah daerah tidak meminta dana hibah, melainkan menagih hak dari pajak daerah yang hingga kini masih tertahan.
"Ini uang hak rakyat Siak, tapi kami bagai mengemis ke pusat," tulis Afni dalam komentarnya, Jumat (19/12).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Afni mengungkapkan, pemangkasan dana transfer hingga 50 persen di akhir tahun berpotensi membuat berbagai kewajiban pemerintah daerah tidak terbayarkan. Kewajiban tersebut antara lain gaji dan TPP ASN, gaji perangkat kampung, guru MDA dan MDTW (guru ngaji), kader Posyandu, beasiswa anak miskin, hingga hak-hak honorer dan masyarakat penerima bantuan sosial.
Menurutnya, kinerja keuangan Pemerintah Kabupaten Siak tergolong baik dan diakui oleh Kantor Wilayah Kemenkeu. Penyerapan anggaran disebut optimal, tidak terdapat dana mengendap, bahkan penyaluran dana desa telah mencapai 100 persen. Namun demikian, pemangkasan dana transfer tetap terjadi tanpa penjelasan yang jelas.
Afni membeberkan kurang salur Dana Bagi Hasil (DBH) tahun 2023 untuk Kabupaten Siak masih mencapai Rp100,12 miliar. Sementara itu, kurang salur DBH tahun 2024 hingga kini belum memiliki dasar regulasi berupa Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
Untuk DBH Desember 2025, dana yang seharusnya diterima Kabupaten Siak sebesar Rp111 miliar. Dana tersebut sempat tercatat disetujui dalam sistem, namun kemudian hilang dan akhirnya hanya akan ditransfer sekitar Rp55,6 miliar atau dipangkas sekitar 50 persen. Padahal, total kewajiban Pemkab Siak kepada masyarakat dan pihak ketiga mencapai lebih dari Rp300 miliar.
Afni menegaskan bahwa DBH yang ditagih berasal dari DBH PBB serta DBH PPh Pasal 21 dan Pasal 25/29 Orang Pribadi, yang merupakan hak daerah setelah penerimaan negara disetorkan ke pusat.
Ia juga menyesalkan minimnya respons dari Kemenkeu meski pihaknya telah berkali-kali bersurat dan mendatangi langsung kantor kementerian tersebut. Tidak hanya itu, bahkan Pimpinan dan DPRD Siak pun ikut berjuang datang ke kantor Kemenkeu. Alih-alih mendapatkan dukungan pembayaran, Pemkab Siak justru kembali menerima informasi pemangkasan dana.
"Harusnya kami diberi penjelasan, agar bisa kami sampaikan ke rakyat. Ribuan rakyat kami terdampak jika hak ini tidak disalurkan. Kami juga disumpah di bawah Al Quran untuk berkata jujur pada rakyat, lalu apa yang harus kami sampaikan ke mereka jika hak-hak mereka tertahan di pusat?," ujarnya.
"Sekali lagi, yang kami tagih ini bukan free. Bukan asal minta. Tapi hak mutlak dari DBH PBB dan DBH PPH pasal 21, 25/29 OP. Ini hak rakyat Siak setelah segalanya diserahkan ke pusat dulu, baru ditransfer ke daerah," tambahnya.
Afni menutup pernyataannya dengan permohonan agar pemerintah pusat melalui Kemenkeu segera menyalurkan hak rakyat Siak, mengingat daerah tersebut selama ini turut menyumbang besar penerimaan negara dari sektor minyak, perkebunan sawit, dan akasia.
"Saya minta maaf, harus disini memohonnya. Kami dilantik di bawah sumpah Al Quran untuk bekerja dgn baik bagi kepentingan rakyat. Karena bersurat sudah, mendatangi kantor sudah, tapi tak ada jawaban. Sementara di bawah, ribuan rakyat harus terpenuhi hak2nya dan kami butuh jawaban untuk mereka. Bantu kami...salurkanlah hak rakyat Siak," tutupnya.
(niz/afb)











































