Menteri HAM Akui Kesultanan Siak Istimewa, Sebut Revitalisasi Istana Hak Asasi

Riau

Menteri HAM Akui Kesultanan Siak Istimewa, Sebut Revitalisasi Istana Hak Asasi

Raja Adil Siregar - detikSumut
Minggu, 14 Des 2025 21:05 WIB
Menteri HAM Akui Kesultanan Siak Istimewa, Sebut Revitalisasi Istana Hak Asasi
Bupati Siak Afni Zulkifli saat dampingi Menteri HAM (Dok Pemkab Siak)
Siak -

Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai mengakui Kesultanan Siak Istimewa saat berkunjung ke Kota Pusaka. Natalius menyebut revitalisasi Istana Siak menjadi hak asasi yang harus lebih diperhatikan oleh pemerintah pusat.

Bukan tanpa alasan, pertimbangan itu usai melihat besarnya jasa Sultan Syarif Kasim II yang menyumbangkan emas dan seluruh kekayaan kesultanan. Bahkan nilainya 13 juta gulden Belanda untuk mendukung perjuangan Republik Indonesia saat itu.

Kerajaan Siak Sri Indrapura, yang dalam sejarahnya dipimpin oleh 12 Sultan Siak, diakui memiliki keistimewaan besar dalam proses pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Peran historis itu tidak hanya ditunjukkan melalui sikap politik bergabung dengan Indonesia sejak awal kemerdekaan, tetapi juga melalui pengorbanan nyata berupa dukungan harta dalam jumlah besar bagi Republik.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kerajaan-kerajaan Nusantara memang menjadi fondasi berdirinya Republik Indonesia. Namun Kerajaan Siak memiliki keunikan dan kekhususan yang sangat luar biasa dibanding kerajaan lain," ujar Natalius Pigai, saat berkunjung ke Istana Siak dalam keterangan tertulis, Minggu (14/12/2025).

Dalam kunjungan kemarin, Natalius melihat Kerajaan Siak merupakan salah satu kerajaan besar di Nusantara dengan wilayah kekuasaan yang mencakup sebagian besar kawasan Melayu. Sejak awal kemerdekaan Indonesia, Kesultanan Siak secara tegas menyatakan bergabung dengan NKRI dan memilih tidak melanjutkan sistem kerajaan.

ADVERTISEMENT

Bahkan, keturunan Kesultanan Siak secara penuh menyerahkan kedaulatan serta seluruh aset kesultanan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia.

"Tidak seperti Yogyakarta yang masih memiliki Sultan sebagai pengampu, atau Kesultanan Ternate dan Tidore, Kesultanan Siak tidak lagi memiliki pengampu. Seluruh asetnya menjadi milik negara," jelasnya.

Saat ini, Istana Siak yang juga dikenal dengan nama Istana Asserayah Hasyimiah atau dijuluki Istana Matahari Timur, dikelola Pemerintah Kabupaten Siak dan berstatus sebagai cagar budaya nasional. Menteri HAM menilai istana tersebut merupakan salah satu warisan budaya paling berharga bangsa Indonesia yang harus dijaga secara serius oleh pemerintah pusat dan daerah.

Menurutnya, tata kelola pemeliharaan Istana Siak perlu terus ditingkatkan. Bangunan yang rusak harus segera diperbaiki, yang masih baik harus dipertahankan, dan yang belum memadai perlu ditingkatkan kualitasnya. Upaya ini membutuhkan perhatian lintas kementerian, khususnya yang membidangi kebudayaan dan pelestarian cagar budaya.

Presiden Republik Indonesia, lanjut Natalius Pigai, juga telah memberikan arahan kepada kementerian terkait agar memberikan perhatian serius terhadap perlindungan, pemeliharaan, dan pelestarian nilai-nilai budaya bangsa.

"Dalam perspektif HAM, pelestarian budaya merupakan bagian dari pemenuhan hak asasi manusia. Negara yang bermartabat adalah negara yang berpijak dan bertindak untuk menjaga warisan sejarah dan nilai-nilai budaya yang ditinggalkan para raja Nusantara," tegasnya.

Ia menambahkan, renovasi dan pemugaran Istana Siak menjadi kebutuhan mendesak agar bangunan tersebut mampu bertahan hingga ratusan bahkan ribuan tahun ke depan. Mengingat Kesultanan Siak tidak lagi memiliki pengampu keturunan, tanggung jawab pelestarian sepenuhnya berada di tangan negara.

Selain bangunan istana, Kesultanan Siak juga memiliki koleksi artefak budaya bernilai tinggi dan unik, salah satunya komet, alat musik mekanik langka yang masih aktif. Saat ini, hanya terdapat dua komet di dunia, masing-masing di Jerman dan di Istana Siak, dan satu-satunya yang masih berfungsi berada di Istana Siak.

"Komet di Istana Siak ini merupakan keunggulan luar biasa dan bisa menjadi nilai jual internasional, sekaligus daya tarik wisata budaya," ujarnya.

Sultan Syarif Kasim II tercatat sebagai salah satu tokoh kerajaan yang memberikan dukungan terbesar bagi Republik Indonesia. Pada 28 November 1945, ia menyerahkan kedaulatan Kesultanan Siak sekaligus menyumbangkan emas, berlian, mahkota, pedang, serta seluruh harta kekayaan kesultanan senilai 13 juta gulden Belanda, yang jika dikonversikan saat ini setara lebih dari Rp1.000 triliun.

Sumbangan tersebut menjadi bukti nyata komitmen Kesultanan Siak dalam memperkuat Republik Indonesia yang baru berdiri, baik secara politik, ekonomi, maupun moral.




(ras/nkm)


Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads