Sekitar 50 warga terjebak di hutan saat banjir bandang yang melanda Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara (Sumut). Ada warga lanjut usia (lansia) hingga bayi yang ikut terjebak.
Berdasarkan video yang dilihat detikSumut, Rabu (26/11/2025) terlihat ada sejumlah orang yang berada di dalam hutan. Mereka mengenakan jas hujan, payung serta plastik dan kain untuk melindungi tubuh mereka dari hujan yang terus mengguyur.
Ada anak muda hingga orang tua terlihat berada di lokasi tersebut. Mereka berteriak meminta pertolongan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pak Bupati tolong kami dulu di sini, kami sudah di tengah hutan ini, kiri kanan sudah longsor Pak Bupati, nggak ada lagi jalan keluar," kata seorang pria yang merekam video tersebut.
Perekam menyebut ada sekitar 50 orang yang terjebak di hutan itu. Lalu, terdengar ada tangisan seorang wanita yang sudah berusia lanjut, meminta pertolongan.
"Tolong kami, tolong" teriak wanita tua tersebut sambil menangis.
Rosmawati Zebua (30), keluarga dari warga yang terjebak tersebut mengatakan peristiwa itu terjadi di Desa Huta Bolon, Kecamatan Tukka, kemarin. Dia menyebut ada tujuh anggota keluarganya yang terjebak di hutan itu, di antaranya ibu, adik, dan keluarga abangnya.
Ada juga anak abangnya yang masih bayi dan warga yang terkena stroke harus ikut dievakuasi ke hutan itu.
"Iya, itu keluarga saya, ada tujuh orang di situ keluarga saya. Mama, adik saya cowok satu, cewek satu, abang saya yang sudah menikah sama istrinya dan dua orang anaknya. Itu ada anak bayi satu, ada lansia juga, ada juga tetangga yang lumpuh diangkat ke atas itu," kata Rosmawati.
Berdasarkan pengakuan adiknya yang merekam video tersebut, ada sekitar 50 orang yang terjebak di dalam hutan tersebut. Dia mengaku masih sempat berkomunikasi video call dengan keluarganya pada pukul 09.30 WIB.
Saat itu, keluarganya sudah menyelamatkan diri ke hutan tersebut tanpa membawa persiapan apapun. Sebab, banjir bandang yang tiba-tiba menerjang membuat mereka harus dengan cepat menyelamatkan diri.
"Kata mereka pas itu 'banjir bandang sudah mengadang semua, sudah tenggelam seperti lautan, makanya kami lari ke atas, tanpa bawa satu apapun, udah nggak sempat lagi, hanya bawa badan'," ujarnya mengulang ucapan keluarganya.
Rosmawati sempat meminta adiknya untuk merekam situasi di lokasi. Rosmawati yang tinggal di Jakarta itu berharap video itu bisa dibagikannya ke media sosial dengan harapan ada pihak yang membantu menyelamatkan keluarganya.
Namun, sekira pukul 11.00 WIB, komunikasi Rosmawati dengan keluarganya terhenti, usai jaringan telekomunikasi di wilayah itu terputus. Hingga kini, dia tidak mengetahui kondisi keluarganya karena jaringan telekomunikasi hingga kini masih terputus.
Pikirannya campur aduk. Dalam pikirannya, keluarganya pasti sudah dalam kondisi kedinginan di hutan dan tak ada makanan. Dari kejauhan, Rosmawati melakukan segala upaya untuk mencari kabar keluarganya. Dia menghubungi Basarnas agar bisa mengevakuasi keluarganya dari hutan tersebut.
"Pasti saat ini mereka sudah kelaparan, kedinginan dan tidak ada stok makanan. Bagaimana mereka bisa bertahan di sana?," ujarnya.
Keluarga Sudah Lebih Dulu Mengungsi ke Gereja
Anak kedua dari tujuh bersaudara itu mengatakan sebelum banjir bandang itu keluarganya sudah sempat mengungsi ke gereja Banua Niha Keriso Protestan (BNKP) di Huta Bolon sejak Sabtu (22/11) malam. Keputusan mengungsi itu diambil usai pihak BPBD memperingatkan soal kemungkinan longsor terjadi di wilayah itu.
Rosmawati menyebut rumah mereka memang berada di dekat sungai, sementara gereja BNKP itu berada di dataran yang lebih tinggi dibandingkan rumah mereka. Hal itulah yang membuat keluarganya dan sejumlah warga lainnya memutuskan mengungsi ke gereja.
Pada Selasa pagi, kata Rosmawati, air sudah mulai masuk ke perkampungan. Namun, saat itu, keluarganya dan warga lainnya tidak menyangka banjir akan sebesar ini. Sebab, pada kejadian-kejadian sebelumnya, air tidak sampai menenggelamkan rumah-rumah warga.
Hal itulah yang membuat warga awalnya hanya mengungsi ke gereja, tidak sampai menyelamatkan diri dari kampung tersebut.
Namun, nyatanya, banjir bandang terjadi dan menenggelamkan rumah-rumah mereka hingga gereja tersebut. Untuk menyelamatkan diri, warga memutuskan berlari ke hutan.
"Setelah banjir bandang itu, mereka sudah nggak bisa menyeberang (ke desa), jadi larinya ke atas (hutan)," jelasnya.
Meski tak mendapat kabar tentang keluarganya hingga kini, Rosmawati berharap keluarganya dalam keadaan baik-baik saja. Dia berharap pemerintah setempat sudah mengevakuasi keluarganya dari hutan tersebut.
"Harapan saya keluarga saya diselamatkan dari sana, setidaknya saya tahu aja gimana kabarnya. Dengan kabarnya saja, saya sudah senang. Kemarin saya kira bisa langsung ada bantuan, tapi ternyata sampai sekarang belum ada sama sekali dan mereka juga kita sudah tidak tahu mereka masih ada atau tidak di atas sana, semoga pemerintah bisa membantu keluarga saya," pungkasnya.
(nkm/nkm)











































