Masyarakat Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau, memiliki tradisi tersendiri dalam menjaga ketentraman kampung dari gangguan buaya. Tradisi tersebut dikenal dengan nama Menghale Buaye, sebuah ritual kuno yang dahulu dilakukan untuk menenangkan kampung dari gangguan buaya karena dianggap mengusik ketentraman warga.
Tradisi ini bukan sekadar kegiatan menangkap buaya, tetapi juga mengandung nilai spiritual, gotong royong, serta penghormatan terhadap kekuatan alam.
Dilansir dari website resmi Dinas Kebudayaan Provinsi Kepri, upacara ini dilakukan apabila buaya kerap menampakkan diri atau memangsa ternak warga.
Ketika hal itu terjadi, masyarakat Kabupaten Lingga akan menggelar upacara Menghale Buaye untuk menangkap buaya yang dianggap mengganggu ketenangan kampung. Dalam pelaksanaannya, terdapat empat tahapan utama dalam upacara Menghale Buaye.
Tahapan pertama yakni Melabuh Ale, yaitu prosesi melabuhkan umpan di sungai agar umpan yang telah diritualkan dapat dimakan oleh sang buaya. Selanjutnya Mengambil Buaya, setelah buaya terkena umpan, masyarakat bersama pawang akan mengambil buaya tersebut untuk kemudian dibawa pulang ke kampung.
Tahap berikutnya adalah Membunuh Buaya, yang dilakukan sebagai simbol berakhirnya ancaman bagi masyarakat kampung. Tahapan terakhir ialah Membaca Doa Selamat, sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas tertangkapnya buaya serta keselamatan warga kampung.
Ada tanda-tanda tertentu ketika seekor buaya akan ditangkap dalam ritual tersebut. Buaya yang telah banyak melakukan kesalahan biasanya akan "menyerahkan diri" untuk ditangkap.
Tanda-tanda buaya menyerahkan diri ditunjukkan dengan memukul-mukul air menggunakan ekornya. Apabila tanda-tanda ini muncul, pawang, pemuka masyarakat, dan warga kampung akan segera bermusyawarah untuk melaksanakan upacara Menghale Buaye.
Selain sebagai bentuk perlindungan bagi masyarakat, tradisi ini juga memiliki nilai ekonomi. Kulit buaya hasil tangkapan pada masa lampau dijadikan bahan pembuatan tas, ikat pinggang, dan berbagai perlengkapan lain yang bernilai tinggi.
Namun, di balik fungsi tersebut tersimpan nilai-nilai luhur yang jauh lebih penting, yakni nilai religius, gotong royong, dan kebersamaan masyarakat Melayu.
Kini, upacara Menghale Buaye nyaris tak lagi dilakukan. Buaya tidak lagi dianggap sebagai ancaman utama, dan cara berpikir masyarakat pun telah berubah.
Meski begitu, nilai-nilai budaya dan filosofi yang terkandung dalam tradisi Menghale Buaye tetap menjadi bagian penting dari identitas masyarakat Lingga.