Masyarakat adat terlibat bentrok dengan PT Toba Pulp Lestari (TPL) di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara (Sumut). Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Sumut meminta Presiden Prabowo Subianto untuk menutup TPL.
"Kami meminta kepada Presiden Prabowo agar berpihak kepada masyarakat-masyarakat kecil yang dikriminalisasi ketika mempertahankan tanah adatnya oleh sekelompok oligarki, serta menutup PT TPL karena telah banyak menyebabkan kerusakan lingkungan dan mengambil paksa tanah rakyat," kata Ketua Umum Badko HMI Sumut Yusril Mahendra Butar-Butar, Rabu (24/9/2025).
Yusril mengatakan bahwa konflik antara masyarakat adat dan dengan PT TPL bukanlah peristiwa yang baru saja terjadi. Masyarakat adat yang menjaga kawasan hutan adat mereka, diusir secara paksa oleh pihak yang diduga sebagai aparat keamanan perusahaan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam tragedi tersebut, banyak masyarakat adat yang mengalami luka-luka. Bahkan, perempuan dan lansia yang merupakan kelompok rentan juga menjadi korban. Untuk itu, HMI meminta Komnas HAM untuk menginvestigasi, dan menghentikan kekerasan ini.
"Kami meminta Komnas HAM harus benar-benar turun ke masyarakat Simalungun. Bukan hanya tuntutan atas keadilan prosedural, tetapi juga ujian terhadap fungsi etik lembaga tersebut. Komnas HAM tidak dapat terus bersikap normatif dan administratif dalam menghadapi kekerasan terhadap kelompok rentan. Dibutuhkan langkah yang proaktif, investigatif, dan berpihak secara moral kepada komunitas yang selama ini dipinggirkan dan dimarginalisasikan," sebutnya.
Dia menyampaikan bahwa TPL telah lama dikritik karena operasionalnya yang menimbulkan degradasi ekologis serta konflik sosial. Namun, hingga kini tidak ada langkah strategis dari pemerintah terkait hal ini.
"Insiden kekerasan terhadap masyarakat adat di wilayah konsesi TPL kembali menegaskan bahwa model pembangunan yang berorientasi pada eksploitasi sumber daya tanpa pengakuan atas hak komunitas lokal hanya akan melahirkan konflik, luka ekologis, dan kehancuran sosial. Saatnya negara, melalui institusi-institusi seperti Komnas HAM, tidak hanya menjadi penonton dalam drama panjang ini," pungkasnya.
Penjelasan TPL soal Bentrokan dengan Warga
PT TPL mengklaim ada 5 pekerja mereka yang terluka akibat bentrokan ini. Korban luka itu dibawa ke rumah sakit.
"Lima orang pekerja dan sekuriti PT TPL mengalami luka berat dan dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan inap," kata Direktur TPL Jandres Halomoan Silalahi saat konferensi pers, Selasa (23/9)
Janres mengatakan, pekerja dan sekuriti TPL pada 22 September 2025 pagi tengah bersiap untuk memanen dan menanam di areal kerja Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) PT TPL. Ada satu unit ekskavator yang digunakan untuk kegiatan itu.
Lalu, sekitar 25 meter dari areal kerja PT TPL, muncul puluhan orang yang disebut mengadang para pekerja. Jandres menyebut bahwa para pekerja mencoba melakukan negosiasi untuk dapat melanjutkan pekerjaan. Namun, pihak yang melakukan pengadangan tetap melarang kegiatan operasional di areal PBPH PT TPL.
Tim sekuriti PT TPL melakukan upaya pengamanan areal kerja, dan karyawan serta pekerja mulai manenan tanaman eukaliptus yang ditanam oleh PT TPL.
"Pukul 08.51 WIB, masyarakat setempat dari Desa Sipolha dan Sihaporas ikut bergabung sebagai pekerja dalam kegiatan penanaman di areal kerja PT TPL. Lalu, pukul 08.52 WIB, sekelompok orang kembali mendatangi karyawan, pekerja dan sekuriti TPL yang sedang bekerja dengan membawa alat berupa pentungan kayu berduri, batu, dan benda yang diduga bom molotov. Tindakan ini berupa pelemparan batu, pemukulan dengan pentungan kayu, dan upaya pembakaran terhadap aset perusahaan berupa kayu hasil panen," jelasnya.
(afb/afb)