KLH Batal Segel Perusahaan Pengimpor Limbah Berbahaya di Batam

KLH Batal Segel Perusahaan Pengimpor Limbah Berbahaya di Batam

Alamudin Hamapu - detikSumut
Senin, 22 Sep 2025 14:39 WIB
Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq meninjau SPPG di Batam, Kepri. (Alamudin Hamapu/detikSumut)
Foto: Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq meninjau SPPG di Batam, Kepri. (Alamudin Hamapu/detikSumut)
Batam -

Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) batal melakukan penyegelan perusahaan importasi limbah elektronik berbahaya di Kelurahan Sei Lekop, Sagulung, Batam, Kepulauan Riau (Kepri). Menteri LH, Hanif Faisol Nurofiq menyebut pihaknya masih melakukan pendalaman terkait dugaan pelanggaran yang dilakukan PT Esun Internasional Utama.

"Saya sedang mendalami kembali karena kondisinya belum bisa berkunjung ke sana. Namun tim telah melaksanakan investigasi di Kantor Wali Kota Batam dengan meminta keterangan," kata Hanif di Batam, Senin (22/9/2025).

Hanif mengatakan, berdasarkan undang-undang, PT Esun Internasional Utama diduga melanggar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jika nantinya terbukti, perusahaan itu terancam pidana maksimal 10 tahun penjara dan denda maksimal Rp10 miliar.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Hari ini dilakukan pendalaman kembali terkait importasi yang dilakukan PT Esun. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, setiap orang dilarang melakukan importasi limbah berbahaya, salah satunya limbah elektronik. Ini sesuai amanat Pasal 69. Dalam Pasal 106, diancam pidana minimal 5 tahun, maksimal 10 tahun dengan denda Rp3-10 miliar," ujarnya.

Disinggung soal alasan pembatalan penyegelan perusahaan importasi limbah elektronik berbahaya itu karena adanya massa yang berkumpul di lokasi, Hanif membantah hal tersebut. Ia menegaskan pembatalan penyegelan dilakukan karena masih dalam tahap pendalaman.

ADVERTISEMENT

"Bukan, karena kita melakukan pendalaman dengan teman-teman di Kantor Wali Kota Batam. Saat ini sedang berjalan saat saya tinggal. Untuk melakukan pendalaman kembali apakah ada klausul-klausul yang terlalaikan," ujarnya.

Hanif menyebutkan, dugaan importasi limbah berbahaya oleh PT Esun Internasional Utama bermula dari laporan Perutusan Tetap Republik Indonesia (PTRI) di Jenewa, Swiss. PTRI mendapatkan laporan dari Basel Action Network dan Laporan itu kemudian diteruskan ke KLH.

"Kasus ini berawal dari laporan PTRI yang ada di Jenewa, yang menemukan surat dari Basel, NGO yang memantau pergerakan sampah-sampah berbahaya," ujarnya.

Data dari PTRI itu kemudian diberikan kepada KLH untuk ditindaklanjuti. Hasil pengecekan KLH bersama Bea Cukai menemukan adanya perusahaan di Batam yang terlibat.

"Datanya diberikan kepada kita, kemudian kita bersama Bea Cukai melakukan kontrol, dan betul salah satunya di pelabuhan di Batam ini. Kemarin setelah melakukan verifikasi, kita dalami terus, dan dalam waktu segera bisa diambil langkah hukum lebih lanjut," ujarnya.

Lanjut Hanif, Indonesia merupakan salah satu negara yang telah meratifikasi Konvensi Basel. Konvensi tersebut melarang lintas batas perdagangan limbah berbahaya dan beracun, termasuk limbah elektronik.

"Maka dari itu, kami sedang melakukan pendalaman. Kemarin tim KLH sudah melakukan verifikasi di lapangan, dan beberapa kegiatan perusahaan diberi tanda untuk sementara tidak boleh dilakukan pergerakan karena masih dalam rangka penyelidikan," ujarnya.

Hanif menambahkan, penanganan kasus ini penting agar tata kelola lingkungan di Batam semakin baik. Apalagi, menurutnya, Kota Batam ditargetkan bisa sejajar dengan Singapura.

"Batam ini andalan yang bisa sekelas Singapura, sehingga tata lingkungannya harus disusun secara baik dan kuat untuk keberlanjutan," ujarnya.




(afb/afb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads