Tradisi legendaris Pacu Jalur di Kuantan Singingi Riau selangkah lagi dekat menuju pengakuan dunia. Tradisi turun temurun itu diusulkan sebagai Warisan Budaya Takbenda (Intangible Cultural Heritage/ICH) UNESCO.
Opsi paling memungkinkan dan cepat untuk mewujudkan pengakuan ini melalui skema ekstensi, sebuah jalur yang memungkinkan pengusulan tanpa batasan kuota. Tentunya ini berbeda dengan metode pengusulan lain untuk dapat pengakuan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dinas Kebudayaan Provinsi Riau secara aktif turut mendorong usulan penting tradisi nenek moyang di Kota Jalur. Dukungan ini disampaikan langsung Sekretaris Dinas Kebudayaan Riau, Ninno Wastikasari lewat kolaborasi bersama Lembaga Adat Melayu Riau dan instansi terkait.
"Dalam pertemuan virtual bersama Kementerian Kebudayaan, kami di Dinas Kebudayaan Provinsi Riau sangat antusias. Pacu Jalur adalah identitas penting bagi masyarakat Riau dan pengakuan UNESCO akan semakin menguatkan komitmen kita dalam melestarikan budaya ini," kata Ninno Wastikasari, Selasa (29/7/2025).
Ketua Umum Dewan Pimpinan Harian (DPH) LAMR, Datuk Seri Taufik Ikram Jamil, secara tegas menyatakan kesiapan penuh lembaganya dalam sebuah rapat virtual. Khususnya bersama dengan Kementerian Kebudayaan dan sejumlah pihak terkait yang diselenggarakan beberapa hari lalu.
"LAM Riau siap berada di posisi mana pun, diminta atau tidak diminta," ujar Datuk Seri Taufik, menunjukkan komitmen tanpa syarat LAM Riau dalam upaya pelestarian budaya Pacu Jalur.
Pengusulan Pacu Jalur ke UNESCO kali ini memiliki konteks dan momentum yang sangat tepat. Tradisi ini diusulkan saat popularitasnya tengah mendunia dan jadi perhatian wisatawan hingga peneliti dari berbagai penjuru.
Selain itu, usulan ini juga didukung penuh oleh semangat pelestarian budaya nasional melalui Kementerian Kebudayaan yang baru dibentuk, menunjukkan sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dalam mendorong pengakuan internasional terhadap kekayaan budaya Indonesia.
Taufik menilai pendekatan ekstensi ini justru membawa pesan universal mengenai kesetaraan budaya antar bangsa. Menurut Taufik ini bukan hanya tentang pengakuan, tetapi juga tentang bagaimana budaya lokal dapat berinteraksi dan diakui dalam konteks global.
Staf Ahli Kementerian Kebudayaan, Prof Ismunandar menjelaskan bahwa terdapat tiga jalur pengusulan ICH ke UNESCO, yakni jalur mandiri, multinasional, dan ekstensi. Cara ekstensi inilah yang dinilai lebih terbuka dan cepat karena tak terbatas kuota.
"Jalur ekstensi memungkinkan Pacu Jalur untuk bergabung dengan nominasi yang sudah ada, mempercepat proses tanpa harus mengantre dalam daftar panjang pengusulan mandiri," katanya.
Even tradisional Pacu Jalur sendiri telah lama mendapatkan pengakuan di tingkat nasional. Sejak tahun 2014, tradisi ini secara resmi telah diakui dan ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia sebagai bagian integral dari Warisan Budaya Nasional Takbenda (WBTb).
Selain itu, Pacu Jalur tercatat ke dalam agenda Kekayaan Intelektual Nasional (KEN). Ini tentu saja semakin memperkuat landasan pengusulannya ke tingkat dunia.
Untuk itu upaya pelestarian warisan budaya ini harus terus dilakukan, termasuk dengan dukungan pemerintah di Festival Pacu Jalur yang digelar dari tingkat kecamatan sampai puncaknya di Tepian Narosa.
(ras/nkm)