Makna Pemberian Nama Jalur di Kuansing, Ternyata Tak Sembarangan

Riau

Makna Pemberian Nama Jalur di Kuansing, Ternyata Tak Sembarangan

Raja Adil Siregar - detikSumut
Rabu, 16 Jul 2025 20:20 WIB
Kepala Dinas Pariwisata Riau Roni Rakhmat melihat pembuatan jalur. (Foto: Dok Raja Adil Siregar)
Kepala Dinas Pariwisata Riau Roni Rakhmat melihat pembuatan jalur. (Foto: Dok Raja Adil Siregar)
Kuantan Singingi -

Pemberian nama jalur untuk pacu jalur di Kuantan Singingi (Kuansing), Riau, ternyata tidak sembarangan. Selain sarat makna, nama itu juga berkaitan dengan kondisi alam selama proses pembuatan jalur.

Salah satunya pemberian nama Jalur Badai Gangga di Desa Teluk Kuantan. Jalur yang baru dibuat dengan biaya Rp 150 juta itu ternyata memiliki nilai sejarah panjang dan erat kaitannya dengan masyarakat sekitar.

"Pemberian nama ini hasil musyawarah di sini seluruh masyarakat. Jadi pada tahun 60-an itu sudah ada nama jalur ini Badai Gangga, itulah kita bangkitkan lagi," kata Ketua Jalur Badai Gangga, Hendra ketika berbincang, Rabu (16/7/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain itu, penamaan jalur biasa dikaitkan dengan kondisi alam selama penebangan pohon di hutan belantara. Sehingga untuk penamaan jalur banyak yang unik.

"Penamaan ini biasa punya nilai tersendiri, khususnya terkait sejarah selama proses pembuatan. Ada penamaan karena terjadi sesuatu saat pengambilan, ada saat kayu diambil datanglah burung elang diberi nama Elang Sakti," katanya.

ADVERTISEMENT

Namun ada juga peristiwa unik lain yang terjadi hingga menjadi nama. Termasuk nama hutan tempat kayu berusia ratusan tahun itu diambil.

"Ada juga jumpa ular tudung diberilah nama Tudung Kuantan. Ada juga nama hutan itu, ya dikasih nama hutan kayu itu diambil ada," katanya.

Proses pencarian kayu sendiri tidak mudah. Masyarakat biasanya mencari ke hutan di pedalaman bersama pawang atau dukun di daerah tersebut.

Saat itulah pawang dan masyarakat mulai bermusyawarah untuk menentukan waktu penebangan. Termasuk kapan jalur baru diturunkan ke arena pacu dengan sebutan Melangka.

"Jadi kita cari kayu itu sudah bawa pawang, setelah selesai juga pakai pawang. Maka pawang ini yang menentukan, biasa ada 1-2 orang baik laki-laki atau perempuan. Tujuan pawang ini macam-macam, ada untuk memagar anak pacuan agar tak jatuh," ujar Hendra.

Kayu yang bagus, biasanya bisa bertahan selama puluhan tahun. Namun tergantung bagaimana pengurus merawat jalur setelah even selesai.

"Jalur ini kalau kayu bagus bisa sampai 30 tahun, 20 tahun. Kalau kayu kruing air itu juga nanti tergantung perawatan, jadi nanti kita siapkan rumah atau kandang kalau di sini menyebutnya," kata Hendra.




(ras/dhm)


Hide Ads