8 Wilayah RI dengan Suhu Paling Dingin di Awal Juli 2025, Silangit Masuk Daftar

8 Wilayah RI dengan Suhu Paling Dingin di Awal Juli 2025, Silangit Masuk Daftar

Nafilah Sri Sagita K - detikSumut
Sabtu, 12 Jul 2025 03:00 WIB
Ilustrasi Cuaca Ekstrem
Foto: Ilustrasi. (detikcom)
Jakarta -

Pada awal Juli 2025 sederet wilayah dengan fenomena 'bediding' imbas suhu terdingin. Hal itu diungkap Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) melalui akun Instagram resmi mereka.

Dilansir detikHealth, sedikitnya ada delapan wilayah dengan catatan suhu tertinggi di Indonesia. Di Sumatera Utara (Sumut), wilayah Silangit masuk daftar.

Berikut laporan suhu minimum Indonesia periode Selasa (1/7/2025) hingga Selasa (8/7/2025):

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

  • Selasa (1/7/2025): Silangit, Sumatera Utara (15 derajat Celsius)
  • Rabu (2/7/2025): Silangit, Sumatera Utara (15 derajat Celsius)
  • Kamis (3/7/2025): Enarotali, Papua Tengah (13 derajat Celsius)
  • Jumat (4/7/2025): Silangit, Sumatera Utara (15 derajat Celsius)
  • Sabtu (5/7/2025): Silangit, Sumatera Utara (15 derajat Celsius)
  • Minggu (6/7/2025): Frans Sales Lega, NTT (13 derajat Celsius)
  • Senin (7/7/2025): Frans Sales Lega, NTT (11 derajat Celsius)
  • Selasa (8/7/2025): Frans Sales Lega, NTT (12 derajat Celsius)

Suhu dingin Indonesia tampak anomali di masyarakat awam, mengingat saat ini seharusnya sudah memasuki musim kemarau. Kepala BMKG Dwikorita mengatakan, hal ini dikarenakan adanya dinamika atmosfer tak lazim yang membuat musim kemarau mundur.

ADVERTISEMENT

Kondisi tersebut hampir merata terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia. Alhasil, cuaca ekstrem akan terjadi dalam beberapa pekan terakhir.

Menurutnya, tren ini masih terus berlanjut hingga akhir Juni 2025. Lantaran baru sekitar 30 persen wilayah zona musim yang dinyatakan masuk ke peralihan musim kemarau.

"Padahal secara klimatologis, pada waktu yang sama, biasanya sekitar 64 persen wilayah Indonesia sudah memasuki musim kemarau," beber Dwikorita dalam konferensi pers awal pekan ini.

Pemicu mundurnya musim kemarau yakni lemahnya monsun Australia dan suhu muka laut di selatan Indonesia yang meningkat. Keduanya menyebabkan kelembapan udara menjadi tinggi hingga terbentuk awan hujan, meski seharusnya sudah masuk periode kering.

Keadaan ini semakin diperburuk dengan kemunculan fenomena atmosfer seperti aktifnya Madden-Julian Oscillation (MJO) dan gelombang ekuator (Kelvin dan Rossby Equator). Keduanya mendukung pembentukan awan konvektif dan memperbesar potensi hujan lebat.

"Kendati ENSO dan IOD berada dalam fase netral dan diperkirakan akan tetap netral hingga akhir tahun, curah hujan di atas normal masih terus terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia sejak Mei dan diperkirakan berlangsung hingga Oktober 2025," pungkas dia.

Artikel ini telah tayang di detikHealth dengan judul:




(mjy/mjy)


Hide Ads