Gerindra Nilai Putusan MK Pisah Pemilu Munculkan Masalah Baru

Gerindra Nilai Putusan MK Pisah Pemilu Munculkan Masalah Baru

Sahrul Alim - detikSumut
Sabtu, 05 Jul 2025 11:30 WIB
Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani memberikan paparan sebelum menerima bantuan keuangan Partai Politik (Parpol) Tahun 2025 dari Kemendagri di kantor DPP Gerindra, Jakarta, Rabu (21/5/2025). Kemendagri menyerahkan bantuan keuangan ke Partai Gerindra Tahun 2025 sebesar Rp20,071 miliar. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/Spt.
Sekjen Gerindra Ahmad Muzani (Foto: ANTARA FOTO/MUHAMMAD ADIMAJA)
Jakarta -

Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan nomor 135/PUU-XXII/2024 yang memisahkan jadwal pemilu nasional dan pemilu daerah. Partai Gerindra menilai keputusan MK itu justru akan memunculkan masalah baru.

Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani mulanya menjelaskan bahwa pelaksanaan pemilu digelar 5 tahun sekali. Aturan itu tertuang dalam UUD 1945.

"Di dalam Pasal 22E Undang-undang Dasar 45 disebutkan bahwa pemilu dilaksanakan selama sekali dalam 5 tahun untuk DPR RI, DPD, DPRD kabupaten kota dan provinsi," katanya dikutip detikSulsel, Sabtu (5/7/2025)

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami baca (putusan MK), pilkada dan pemilihan DPRD baru akan dilaksanakan dua setengah tahun setelah selesainya pemilihan Presiden dan DPR RI," lanjut Ketua MPR itu.

Putusan MK itu, menurutnya, berdampak pada pergeseran waktu pemilu. Karena itu dia menilai putusan tersebut bertentangan dengan UU.

ADVERTISEMENT

"Itu artinya ada pemunduran masa 2 tahun setengah. Pertanyaannya, apakah keputusan ini tidak berpotensi justru bertentangan dengan undang-undang Dasar 45 yang mengatakan bahwa pemilihan itu dilaksanakan sekali dalam 5 tahun?" sambungnya.

Muzani menyebut Gerindra menganggap putusan ini justru berpotensi menimbulkan masalah baru. Sebab, katanya, Pasal 22E dalam UUD 1945 menyebut Pemilu digelar 5 tahun sekali.

"Nah, pandangan kami, Keputusan Mahkamah Konstitusi ini justru berpotensi menimbulkan problem baru terhadap Pasal 22e Undang-Undang Dasar 45 yang menyebutkan bahwa setiap 5 tahun sekali diadakan pemilihan umum untuk memilih Presiden, DPR RI, DPD dan DPRD kabupaten/kota termasuk gubernur dan wali kota," jelasnya lagi.

Lebih lanjut, katanya, padahal pemilu serentak kala itu adalah putusan MK juga. Dia menilai MK kerap berubah-ubah.

"Pemilu yang serentak ini Presiden, DPR RI, DPD, DPRD kabupaten kota dan provinsi itu kan dulu menjadi keputusan dari Mahkamah Konstitusi, agar pemilu dilaksanakan secara serentak. Kemudian kita mengikuti keserentakan seperti yang sekarang ini diminta oleh Mahkamah Konstitusi dan sekarang Mahkamah Konstitusi kemudian berubah lagi terhadap keputusan ini," katanya.




(astj/astj)


Hide Ads