Bisakah Orang yang Telah Meninggal Berhaji?

Bisakah Orang yang Telah Meninggal Berhaji?

Tim detikHikmah - detikSumut
Jumat, 02 Mei 2025 05:00 WIB
Ilustrasi haji
Foto: Getty Images/iStockphoto/Sony Herdiana
Jakarta -

Haji merupakan rukun Islam kelima yang wajib dijalankan oleh setiap Muslim yang mampu, baik dari segi fisik, keuangan, maupun keamanan perjalanan. Ibadah ini memiliki posisi istimewa dalam ajaran Islam karena mencerminkan totalitas kepatuhan seorang hamba kepada Allah SWT.

Namun, tidak semua orang yang sudah memenuhi syarat berkesempatan melaksanakan haji selama hidupnya. Ada yang telah siap secara syariat, tetapi meninggal dunia sebelum sempat menunaikannya. Hal ini menimbulkan pertanyaan: apakah mungkin seseorang yang telah wafat tetap bisa berhaji?

Konsep Badal Haji
Dalam Islam, dikenal istilah badal haji atau haji pengganti-yakni ibadah haji yang dilaksanakan oleh orang lain atas nama seseorang yang tidak mampu melakukannya sendiri, baik karena wafat atau karena mengalami kondisi yang secara syar'i membuatnya tidak sanggup berhaji.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ahmad Sarwat dalam bukunya Ensiklopedia Fikih Indonesia: Haji & Umrah menjelaskan bahwa meskipun istilah "badal" berarti "pengganti", dalam ilmu fikih istilah yang lebih tepat adalah al-hajju 'anil-ghairi, yang artinya berhaji atas nama orang lain.

Salah satu dasar diperbolehkannya badal haji adalah hadits riwayat Ibnu Abbas RA, di mana seorang perempuan dari Juhainah bertanya kepada Rasulullah SAW tentang ibunya yang wafat sebelum menunaikan nazar haji. Rasulullah menjawab, "Berhajilah untuknya. Bukankah jika ibumu punya utang, kamu akan membayarnya? Maka bayarlah (hak) Allah, karena Allah lebih berhak untuk dibayar." (HR Bukhari)

ADVERTISEMENT

Pandangan Ulama
Para ulama memiliki pandangan berbeda soal kewajiban melaksanakan badal haji untuk orang yang sudah meninggal. Menurut Zaid bin Tsabit, Ibnu Abbas, Abu Hurairah, dan Imam Syafi'i, wali dari orang yang meninggal tetap berkewajiban melaksanakan haji untuknya, baik dengan wasiat atau tanpa wasiat. Dana pelaksanaannya diambil dari harta peninggalan si mayit.

Agus Arifin dalam Ensiklopedia Fiqih Haji dan Umrah mencatat bahwa pandangan ini diperkuat oleh hadits dari Ibnu Zubair, ketika Rasulullah SAW menyuruh seorang anak tertua untuk menghajikan ayahnya: "Engkau adalah anak tertua ayahmu, maka laksanakanlah haji untuknya." (HR an-Nasa'i)

Namun, Imam Malik berpandangan lain. Menurutnya, jika seseorang wafat tanpa berwasiat untuk dihajikan, maka tidak ada kewajiban melaksanakan haji untuknya. Tetapi bila ada wasiat, maka badal haji bisa dilakukan menggunakan sepertiga dari harta warisan.

Syarat Badal Haji
Mengutip buku 100+ Kesalahan dalam Haji & Umrah karya Nasaruddin Umar dan Indriya Dani, badal haji hanya bisa dilakukan jika orang yang bersangkutan memang telah memiliki kemampuan berhaji, namun terhalang secara tetap-seperti meninggal dunia atau menderita penyakit kronis yang tidak memungkinkan untuk sembuh.

Selain itu, orang yang menggantikan harus sudah pernah melaksanakan haji untuk dirinya sendiri. Menurut Ibnu Taimiyah, orang yang menjalankan badal haji juga harus memiliki niat yang tulus, bukan didasari motivasi keuntungan pribadi.

Wallahu a'lam.




(nkm/nkm)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads