Seorang pria di Singapura harus dilarikan ke rumah sakit setelah mengalami perut kembung dan nyeri di bagian ulu hati. Setibanya di unit gawat darurat (UGD), dokter yang memeriksanya menemukan bahwa perut pria tersebut tampak membesar.
Dokter segera memutuskan untuk melakukan pemeriksaan rontgen. Namun, hasil rontgen tidak menunjukkan adanya kantong udara di rongga perut, yang biasanya menjadi indikasi adanya perforasi atau kebocoran pada usus.
Pemeriksaan darah mengungkapkan bahwa pria berusia 30 tahun itu memiliki jumlah sel darah putih yang lebih tinggi dari normal. Selain itu, kadar kreatinin dan amilase dalam darahnya juga mengalami peningkatan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kreatinin merupakan zat sisa hasil metabolisme energi di otot, sementara amilase adalah enzim yang berperan dalam pencernaan karbohidrat.
Peningkatan jumlah sel darah putih umumnya menandakan adanya infeksi dalam tubuh. Namun, kondisi ini juga bisa dipicu oleh penyakit tertentu atau stres yang tiba-tiba.
Dokter kemudian melakukan CT scan pada bagian perut dan panggul pasien.
"Hasilnya menunjukkan bahwa lambungnya dan bagian atas usus halusnya sangat membesar karena bahan makanan," demikian laporan dokter dilansir detikHealth dari Live Science.
Selain itu, posisi usus pasien terdorong ke sisi kiri perut, menyebabkan pankreasnya menjadi lebih tipis atau tertekan.
Pasien mengungkapkan bahwa delapan jam sebelum mengalami keluhan tersebut, ia mengikuti kompetisi makan cepat. Dalam perlombaan tersebut, ia berhasil menghabiskan burger seberat 3,2 kg hanya dalam waktu 30 menit.
Setelah lomba, pasien sempat memuntahkan makanan yang belum tercerna, tetapi tidak disertai darah atau empedu.
Saat berada di rumah sakit, dokter memastikan bahwa gejala yang dialaminya disebabkan oleh konsumsi burger dalam jumlah besar dalam waktu singkat, sehingga makanan tidak dapat dicerna dengan baik oleh lambung.
Pasien pun menjalani perawatan di rumah sakit. Tim medis mencoba mengurangi tekanan dalam lambungnya dengan memasukkan selang melalui hidung, yang bertujuan untuk mengeluarkan gas berlebih dalam sistem pencernaannya.
Namun, meskipun upaya tersebut telah dilakukan, perutnya masih membesar dan rasa nyerinya belum mereda.
Para dokter mempertimbangkan tindakan gastrostomi, yaitu prosedur pembedahan untuk membuat lubang di dinding perut guna mengeluarkan makanan yang belum tercerna. Beruntung, pasien akhirnya dapat mengeluarkan gas atau kentut, yang menandakan bahwa sistem pencernaannya mulai kembali berfungsi dan mulai mencerna makanan yang dikonsumsi sebelumnya.
Pemeriksaan darah selanjutnya menunjukkan bahwa jumlah sel darah putih pasien kembali ke tingkat normal, dan ia juga sudah bisa buang air besar. Setelah menjalani perawatan selama lima hari, gejalanya hilang sepenuhnya dan ia diizinkan pulang.
(nkm/nkm)