Isra Mi'raj merupakan salah satu peristiwa besar dalam sejarah Islam yang terjadi pada malam 27 Rajab. Perjalanan Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Haram di Makkah ke Masjidil Aqsa di Yerusalem, lalu dilanjutkan ke Sidratul Muntaha, menjadi mukjizat yang luar biasa.
Tidak hanya mengandung keajaiban, peristiwa ini juga sarat akan hikmah dan pelajaran. Namun, muncul pertanyaan yang kerap dibahas, apa hukum merayakan Isra Mi'raj? Berikut penjelasannya.
Pandangan Ulama Tentang Hukum Merayakan Isra Mi'raj
Dilansir dari laman NU Online, terdapat beberapa pendapat ulama mengenai hukum merayakan Isra Mi'raj. Berikut penjelasannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. Merayakan Sebagai Bentuk Syukur
Banyak ulama berpendapat bahwa merayakan Isra Mi'raj adalah wujud rasa syukur kepada Allah SWT atas nikmat yang diberikan kepada Nabi Muhammad SAW. Melalui perayaan ini, umat Islam dapat mengenang dan memetik pelajaran dari peristiwa tersebut.
Kegiatan seperti pengajian, dzikir, shalawat, dan doa bersama sering dilakukan sebagai sarana untuk meningkatkan keimanan. Pendapat ini didukung oleh Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Makki al-Hasani, yang menyatakan bahwa meskipun perayaan ini bukan bagian dari syariat, berkumpul untuk berdzikir dan membaca shalawat adalah alasan yang cukup untuk mendapatkan rahmat Allah.
Dalam kitabnya, al-Anwaru al-Bahiyyah min Isra wa Mikraji Khairil Bariyyah, beliau menulis:
جَرَتْ العَادَةُ أَنْ نَجْتَمِعَ لِاِحْيَاءِ جُمْلَةٍ مِنَ الْمُنَاسَبَاتِ التَّارِيْخِيَّةِ كَالْمَوْلِدِ وَذِكْرَى الْاِسْرَاءِ وَالْمِعْرَاجِ، وَفِي اعْتِبَارِنَا أَنَّ هَذَا الْأَمْرَ عَادِيٌ لَا صِلَةَ لَهُ بِالتَّشْرِيْعِ الْحُكْمِي، فَلَا يُوْصَفُ بِأَنَّهُ مَشْرُوْعٌ أَوْسُنَّةٌ، كَمَا أَنَّهُ لَيْسَ مُعَارِضًا لِأَصْلٍ مِنْ أُصُوْلِ الدِّيْنِ
Artinya, "Telah berlaku suatu tradisi, yaitu berkumpul untuk mengenang beberapa peristiwa bersejarah, seperti maulid, memperingati isra mi'raj. Dalam anggapan kami, semua ini adalah murni tradisi yang tidak memiliki hubungan dengan hukum syariat, sehingga tidak bisa dianggap anjuran atau sunnah, sebagaimana ia tidak bertentangan dengan pokok dan beberapa pokok agama Islam." (Sayyid Muhammad, al-Anwaru al-Bahiyyah min Israa wa Mikraj Khairil Bariyyah, [Beirut, Darul Kutub Ilmiah: tt], halaman 83).
2. Perayaan Sebagai Sunnah
Syekh Syauqi Ibrahim Allam, mufti besar Mesir, menyatakan bahwa merayakan Isra Mi'raj hukumnya sunnah. Ia menjelaskan bahwa menghidupkan malam Isra Mi'raj dengan ibadah, seperti shalat, zikir, dan doa, adalah bentuk penghormatan kepada Nabi Muhammad SAW. Dalam salah satu fatwanya, ia menyebutkan:
اِحْيَاءُ لَيْلَةِ ذِكْرَى الْاِسْرَاءِ وَالْمِعْرَاجِ بِالْقُرْبَاتِ الْمُخْتَلِفَةِ هُوَ مَرْغُوْبٌ فِيْهِ شَرْعًا
Artinya: "Menghidupkan malam Isra Mi'raj dengan berbagai ibadah adalah sesuatu yang dianjurkan secara syariat."
3. Tidak Ada Dasar Hukum yang Kuat
Sebaliknya, ada pula ulama yang berpendapat bahwa tidak ada dasar hukum yang kuat untuk merayakan Isra Mi'raj. Mereka menilai bahwa perayaan ini tidak pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW maupun para sahabatnya. Dengan demikian, sebagian kalangan menganggapnya sebagai bid'ah (inovasi dalam agama).
Hadis yang sering menjadi rujukan dalam konteks ini adalah:
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ
Artinya: "Barang siapa mengada-adakan sesuatu dalam urusan (agama) kami yang tidak ada dasarnya, maka itu tertolak." (HR. Bukhari dan Muslim)
Hikmah dari Peristiwa Isra Mi'raj
Terlepas dari perbedaan pandangan mengenai hukum merayakan Isra Mi'raj, yang lebih penting adalah mengambil hikmah dari peristiwa tersebut. Isra Mi'raj menegaskan pentingnya shalat sebagai kewajiban utama umat Islam, sebagaimana diperintahkan langsung oleh Allah SWT dalam perjalanan itu.
Nah, itulah beberapa penjelasan mengenai hukum merayakan Isra' Mi'raj. Semoga bermanfaat, ya detikers!
(dhm/dhm)