Dua kapal isap pasir berbendera Malaysia bernama MV Zhou Shun 9 dan MV Yang Cheng 6 yang sebelumnya ditangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di perairan Batam dilepaskan. Kedua kapal itu dilepaskan karena tidak terbukti mencuri pasir di perairan Batam, Kepulauan Riau (Kepri).
"Benar (sudah dilepaskan)," kata Dirjen PSDKP, Pung Nugroho Saksono dikonfirmasi pada Jumat (8/11/2024).
Pung mengatakan MV YC 6 dan MV ZS 9 itu dilepaskan usai Penyelidikan KKP bersama ahli bidang hidro oseanografi, digital forensik, pelayaran internasional, dan geologi serta TNI AL. Hasilnya kedua kapal itu tak melakukan aktivitas ilegal berupa mencuri pasir laut tetapi mematikan (automatic identification system) AIS saat melintas di perairan Batam, Kepri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Penyelidikan melibatkan ahli di berbagai bidang serta penyelidikan ini Tim TNI AL yang diikutsertakan juga turut mengkonfirmasi bahwa kedua kapal sempat mematikan AIS saat melintas di perairan Batam. Bukan untuk melakukan aktivitas ilegal," ujarnya.
Pung menyebut pihaknya dalam penyelidikan terhadap kapal Zhou Shun 9 dan Yang Cheng 6 mengutamakan asas praduga tak bersalah. Ia juga menegaskan dalam proses penyelidikan tetap berlaku profesional dan tanpa ada tekanan dari pihak manapun.
"Dalam melakukan penyelidikan, KKP melalui PSDKP selalu mengutamakan asas praduga tak bersalah. KKP menegaskan bahwa investigasi ini dilakukan secara profesional, tanpa tekanan, dan transparan sesuai prinsip hukum dan hubungan diplomatik internasional," ujarnya.
Pung menyebut karena mematikan AIS saat melintas di perairan Batam, maka diberikan teguran berupa peringatan. Kedua kapal tersebut saat ini telah kembali ke Malaysia.
"Kementerian Kelautan dan Perikanan telah mengeluarkan peringatan kepada kedua kapal pasir isap berbendera Malaysia, MV YC 6 dan MV ZS 9 untuk tidak melintasi wilayah perairan Indonesia dan memerintahkan mereka kembali ke Malaysia," ujarnya.
Sebelumnya, KKP menangkap dua kapal isap pasir di perairan Pulau Nipah, Batam Kepulauan Riau (Kepri). Dua kapal berbendera Malaysia itu masing-masing tengah mengangkut 10 meter kubik pasir laut.
"Saat Pak Menteri on board menuju Pulau Nipah pada Rabu (9/10) papasan dengan dua kapal ini, perintah beliau hentikan dan periksa. Kami lakukan pemeriksaan ternyata kapal tersebut tidak ada dokumen. Yang ada hanya dokumen milik nakhoda kapal," kata Dirjen PSDKP, Pung Nugroho Saksono, Kamis (10/10).
Dua kapal isap pasir berbendera Malaysia itu bernama nama ZhouShun 9 dan Yang Cheng 6. Keduanya diketahui baru selesai mengisap pasir di wilayah perairan Indonesia dengan muatan masing-masing 10 ribu meteran kubik.
"Menurut keterangan nahkoda pasir, yang ada di Palka ini 10 ribu meter kubik. Proses penghisapan pasir dari dasar laut selama 9 jam. Sehari 3 trip. Mereka masuk 10 kali setiap bulan. Jadi sebulan perkiraan 100 ribu meter kubik," ujarnya.
Pung mengatakan bahwa dua kapal berbendera Malaysia yang diamankan itu telah lama masuk dalam pantauan KKP. Namun kali ini kedua kapal tersebut tertangkap melakukan aktivitas ilegal di perairan Batam, Kepulauan Riau
"Kapal ini bawa pasir laut. Hasil treking kami kapal ini kadang masuk ke perairan. Kapal ini sudah lama kami pantau, kemarin bisa kepada masyarakat bahwa ternyata ada kapal yang melakukan pencurian pasir laut di wilayah kita. Padahal KKP akan mengatur peraturan pasir laut, yang negara akan dapat keuntungan. Ini Negara tidak dapat zonk sama sekali dengan pencurian ini," ujarnya.
Hasil pendataan KKP dua kapal itu memiliki 26 orang anak buah kapal. Dua orang diantara merupakan warga negara Indonesia.
"Kapal bendera Malaysia, ABK dua kapal 26 orang. Ada dua orang WNI, sisanya WNA," ujarnya.
Dari hasil pemeriksaan sementara penyidik KKP, pasir laut yang diambil dua kapal isap itu rencananya akan dibawa ke Singapura. Hal itu berdasarkan pengakuan nahkoda.
"Pengakuan nahkoda pasir laut yang diambil selama ini mau dibawa ke Singapura selama dibawa ke Singapura. Saat ini masih terus kami dalami keterangan para ABK kapal tersebut," ujarnya.
Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut, Victor Gustaaf Manopo menambahkan kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 223 miliar. Perhitungan kerugian negara itu jika dihitung selama satu tahun kapal tersebut.
"Untuk satu kapal Kerugian negara, kita hitung sebulan mereka ambil 100 ribu ton pasir laut. Kalau dibawa keluar sesuai aturan Menteri , kerugian pertahunnya bisa mencapai Rp 223 miliar," ujarnya
Ini baru kerugian pasir laut, kalau ikut aturan dia harus bayar PKPRL. Persetujuan ekspor, iup penjualan," tambahnya.
Viktor menegaskan sesuai PP 23 tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut, KKP belum mengeluarkan izin untuk itu. Jika merujuk pada aturan tersebut pihak yang hendak mengambil sedimen pasir laut harus mengurus berbagai izin.
"Sampai saat ini sesuai dengan PP 26 tahun 2023 belum ada satupun yang kita keluarkan izin. Pengambilan pasir sedimen sesuai aturan lebih dari 30 hari aturannya wajib mengajukan PKPRL, kami belum mengeluarkan PKPRL. Secara regulasi KKP belum mengeluarkan izin pasir laut, nanti akan didalami terus teman-teman penyidik PSDKP," ujarnya.
(nkm/nkm)