Mengenali FOMO, YOLO, dan FOPO, Tren Gaul di Kalangan Anak Muda

Mengenali FOMO, YOLO, dan FOPO, Tren Gaul di Kalangan Anak Muda

M Hasbi Fauzi - detikSumut
Sabtu, 28 Sep 2024 05:13 WIB
ilustrasi Anak Muda
Foto: shutterstock
Medan -

Perkembangan teknologi dan media sosial berdampak besar pada budaya berbahasa di kalangan anak muda. Salah satu bentuk perkembangannya adalah kemunculan istilah-istilah gaul yang kerap digunakan dalam kehidupan sehari-hari, seperti FOMO, YOLO, dan FOPO.

Istilah-istilah ini tak hanya mencerminkan tren, tapi juga mempengaruhi cara berpikir dan berperilaku generasi muda saat ini. Lalu, apasih FOMO, YOLO, dan FOPO?

FOMO

FOMO adalah singkatan dari Fear of Missing Out, yang menggambarkan rasa takut ketinggalan atau tidak mengikuti sesuatu yang dianggap penting, seperti tren, berita, atau aktivitas sosial.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Seseorang yang mengalami FOMO biasanya merasa cemas karena merasa tertinggal dari orang lain yang, menurut persepsinya, sedang menikmati kehidupan atau menjalani aktivitas yang lebih menyenangkan. FOMO kerap dipicu oleh penggunaan media sosial yang memperlihatkan kehidupan orang lain yang tampak lebih menarik atau bahagia.

YOLO

YOLO, atau You Only Live Once, adalah prinsip hidup yang mengajak seseorang untuk menikmati hidup dan berani mengambil kesempatan, karena hidup hanya terjadi sekali.

ADVERTISEMENT

YOLO sering dijadikan alasan untuk melakukan hal-hal yang impulsif atau berani, tanpa terlalu memikirkan konsekuensi jangka panjang. Meski konsep ini memberikan dorongan untuk lebih berani mengambil risiko, penerapannya yang tidak hati-hati bisa berujung pada keputusan yang kurang bijaksana.

FOPO

FOPO, atau Fear of Other People's Opinions, adalah rasa takut atau kekhawatiran terhadap penilaian atau opini orang lain. Seseorang yang mengalami FOPO cenderung sangat memperhatikan apa yang dipikirkan orang lain tentang dirinya, dan sering kali menyesuaikan diri untuk menghindari kritik atau tanggapan negatif.

FOPO dipengaruhi oleh budaya masyarakat yang menuntut kesesuaian dan cenderung menghakimi, serta diperburuk oleh lingkungan media sosial yang memperkuat rasa ketidakamanan dan perbandingan sosial.

Faktor Pemicu FOMO, YOLO, dan FOPO

Ketiga fenomena ini memiliki beberapa faktor pemicu yang saling berkaitan, terutama dalam konteks kehidupan modern yang dipenuhi oleh tekanan sosial dan ekspektasi tinggi. Berikut beberapa faktor utama yang dapat memicu FOMO, YOLO, dan FOPO:

1. Pengaruh Media Sosial

Media sosial memainkan peran besar dalam memicu FOMO dan FOPO. Platform seperti Instagram, Twitter, atau TikTok mendorong perbandingan sosial secara terus-menerus, sehingga seseorang merasa tertekan untuk mengikuti tren atau menyesuaikan diri dengan standar yang ada. Sementara itu, YOLO sering kali digunakan untuk membenarkan tindakan impulsif yang dipamerkan di media sosial.

2. Lingkungan Sosial

Tekanan dari lingkungan sekitar juga menjadi faktor pemicu. Ketika seseorang berada di lingkungan yang sangat menghargai persetujuan atau status sosial, hal ini dapat memperburuk ketakutan akan tertinggal (FOMO) atau takut akan penilaian orang lain (FOPO). Di sisi lain, prinsip YOLO bisa muncul dari dorongan untuk terlihat berani dan berbeda di mata orang lain.

3. Pola Asuh dan Pengalaman Masa Kecil

Anak-anak yang sering dikritik atau ditekan oleh orang tua, guru, atau teman sebaya cenderung lebih rentan terhadap FOPO saat dewasa. Sedangkan mereka yang dibesarkan dalam lingkungan yang kompetitif mungkin lebih sering mengalami FOMO atau bahkan terdorong untuk menerapkan prinsip YOLO tanpa mempertimbangkan konsekuensi.

4. Budaya Populer dan Stereotip Media

Standar kecantikan, kesuksesan, dan gaya hidup yang dipromosikan media massa sering kali memperkuat perasaan tidak aman di kalangan anak muda. Standar ini mendorong mereka untuk terus mengejar citra yang dianggap ideal, yang pada akhirnya memicu rasa cemas, takut ketinggalan, atau bahkan tindakan impulsif.

Gejala FOMO, YOLO, dan FOPO

Ketiga fenomena ini juga memiliki gejala yang jelas terlihat dalam kehidupan sehari-hari, yang bisa berdampak pada kesejahteraan mental seseorang:

1. Kesulitan Mengambil Keputusan

Orang yang mengalami FOPO sering merasa kesulitan dalam mengambil keputusan, karena terlalu takut akan kritik atau penilaian orang lain. Sedangkan mereka yang terpengaruh oleh FOMO mungkin membuat keputusan terburu-buru karena takut melewatkan sesuatu.

2. Kecemasan Berlebihan

Kecemasan yang berlebihan adalah gejala umum dari FOPO dan FOMO. Seseorang bisa merasa cemas saat melihat orang lain melakukan sesuatu yang tampaknya lebih menarik, atau saat merasa tidak bisa memenuhi ekspektasi sosial.

3. Tindakan Impulsif

YOLO sering mendorong seseorang untuk mengambil tindakan impulsif, yang bisa membawa kesenangan sesaat, tetapi berpotensi merugikan dalam jangka panjang. Sementara itu, FOMO bisa membuat seseorang ikut-ikutan tren tanpa benar-benar mempertimbangkan dampaknya.

4. Menghindari Situasi Sosial

Seseorang dengan FOPO cenderung menghindari situasi di mana mereka bisa dinilai atau dikritik, seperti berbicara di depan umum atau memposting sesuatu di media sosial. Mereka juga sering merasa tidak nyaman saat harus berinteraksi dengan orang lain karena takut akan penilaian negatif.

Dampak FOMO, YOLO, dan FOPO

Ketiga fenomena ini memiliki dampak yang cukup serius, terutama bagi kesehatan mental dan sosial kamu detikers. FOMO dapat menyebabkan rasa tidak puas dan terus-menerus membandingkan diri dengan orang lain, yang berujung pada stres dan kecemasan.

FOPO bisa membuat seseorang kehilangan kepercayaan diri dan terjebak dalam lingkaran perasaan tidak aman. Sementara itu, penerapan YOLO yang tidak terkontrol dapat menimbulkan keputusan yang kurang bijaksana dan berpotensi merusak hubungan atau kondisi finansial.

Cara Menanggulangi FOMO, YOLO, dan FOPO

Untuk menghadapi dampak negatif dari FOMO, YOLO, dan FOPO, beberapa langkah berikut dapat detikers lakukan:

1. Latih Pernapasan Dalam: Teknik pernapasan dalam dapat membantu menenangkan diri dan mengurangi kecemasan yang muncul karena FOMO atau FOPO.

2. Berpikir Positif dan Fokus pada Diri Sendiri: Cobalah mengalihkan fokus dari opini orang lain dan perbandingan sosial ke kemampuan dan potensi diri sendiri. Hal ini dapat membantu mengurangi dampak FOPO dan FOMO.

3. Penggunaan Media Sosial yang Bijak: Mengurangi waktu di media sosial dapat membantu menekan perasaan cemas akibat perbandingan sosial dan mengurangi dorongan impulsif terkait YOLO.

4. Kembangkan Filosofi Hidup yang Sehat: Memiliki prinsip hidup yang kuat dapat membantu seseorang untuk lebih bijaksana dalam mengambil keputusan dan tidak terpengaruh oleh tekanan sosial atau tren sesaat.

5. Relaksasi dan Meditasi: Latihan relaksasi seperti meditasi dapat membantu mengurangi kecemasan yang timbul akibat FOPO atau FOMO, serta mendorong lebih banyak kesadaran dalam menghadapi setiap situasi hidup.

Dengan mengenali faktor-faktor pemicu serta cara menanggulangi ketiga fenomena ini, generasi muda dapat menjalani kehidupan yang lebih seimbang dan produktif, tanpa harus terjebak dalam tekanan sosial yang tidak perlu.

Itulah Penjelasan mengenai fenomena FOMO, YOLO dan FOPO. Semoga bermanfaat!

Artikel ini ditulis M. Hasbi Fauzi, mahasiswa program Magang Merdeka di detikcom




(nkm/nkm)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads