Detikers, perceraian bukan hanya soal perpisahan antara suami dan istri, tetapi juga berdampak besar pada kehidupan anak-anak yang terlibat. Salah satu aspek paling krusial dalam perceraian adalah penentuan hak asuh anak.
Hak asuh ini menjadi keputusan penting karena akan menentukan siapa yang bertanggung jawab atas kesejahteraan fisik dan emosional anak setelah orang tua berpisah.
Pengertian Hak Asuh Anak Menurut Undang-Undang Perkawinan
Dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, tidak ada pengertian khusus mengenai hak asuh anak. Namun, undang-undang tersebut mengatur bahwa orang tua memiliki kewajiban untuk memelihara anak-anaknya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengenai kewajiban orang tua terhadap anak-anaknya, terdapat pada pasal 45 ayat (1) yang berbunyi:
"Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya."
Kemudian yang dimaksud dengan anak terdapat pada Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 adalah:
"Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan."
Hak Asuh Anak dalam Perceraian
Dikutip dari website layanan Jaksa Pengacara Negara (JPN), terdapat istilah kuasa asuh yang berarti kekuasaan orang tua untuk mengasuh, mendidik, memelihara, dan melindungi anak sesuai dengan agama serta kemampuan, bakat, dan minatnya. Pengertian ini terdapat pada Undang-Undang Pasal 1 angka 11 No. 35 Tahun 2014, yang berbunyi:
"Kuasa Asuh adalah kekuasaan Orang Tua untuk mengasuh, mendidik, memelihara, membina, melindungi, dan menumbuhkembangkan Anak sesuai dengan agama yang dianutnya dan sesuai dengan kemampuan, bakat, serta minatnya."
Dalam perceraian, masalah hak asuh anak sering muncul. Berdasarkan Pasal 45 ayat (2) UU Perkawinan, kasih sayang orang tua tidak boleh terputus atau dihalangi meski perceraian terjadi. Hak asuh formil diberikan kepada salah satu pihak untuk menyelesaikan sengketa hak asuh anak di pengadilan, menghindari permasalahan yang berlarut-larut dan merugikan anak.
Pasal 41 UU Perkawinan mengatur bahwa meski bercerai, kedua orang tua tetap bertanggung jawab atas pemeliharaan dan pendidikan anak. Jika terjadi perselisihan mengenai hak asuh, pengadilan akan menentukan keputusan.
Ayah bertanggung jawab atas biaya pemeliharaan, namun jika ia tidak mampu, pengadilan dapat memutuskan agar ibu turut menanggungnya. Pengadilan juga bisa mewajibkan mantan suami membiayai penghidupan atau memberikan tunjangan bagi mantan istri.
UU Perkawinan tidak secara khusus menetapkan siapa yang berhak atas hak asuh anak di bawah 12 tahun. Namun, dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 102 K/Sip/1973 disebutkan bahwa ibu lebih diutamakan dalam hak asuh anak, terutama jika anak berusia di bawah 12 tahun.
Hal ini didasarkan pada kepentingan anak yang lebih membutuhkan sosok ibu. Namun, jika ibu tidak dapat menjamin keselamatan anak, hak asuh bisa dialihkan kepada ayah atau kerabat lain sesuai Pasal 156 huruf (c) Kompilasi Hukum Islam (KHI).
Macam-macam Pembagian Hak Asuh dalam Perceraian
Masih dari sumber yang sama, terdapat beberapa macam pembagian hak asuh dalam perceraian, antara lain:
1. Hak Asuh Anak di Bawah 5 Tahun
Jika terjadi perselisihan antara orang tua terkait hak asuh anak di bawah usia 5 tahun, pengadilan akan memutuskan berdasarkan siapa yang dianggap lebih layak sesuai aturan. Merujuk Pasal 105 KHI, hak asuh anak di bawah 12 tahun biasanya diberikan kepada ibu, sementara ayah tetap menanggung biaya pemeliharaan. Namun, ibu dapat kehilangan hak asuh jika terbukti memiliki perilaku buruk, dipenjara, atau tidak mampu menjamin kesehatan jasmani dan rohani anak.
2. Hak Asuh Anak Perempuan
Anak perempuan di bawah usia 12 tahun biasanya diasuh oleh ibu. Setelah berusia lebih dari 12 tahun, anak berhak memilih orang tua yang akan mengasuhnya. Keputusan ini tetap mempertimbangkan kesejahteraan anak dan pandangan pengadilan.
3. Hak Asuh Anak Jika Istri Minta Cerai
Jika istri menggugat cerai, hak asuh anak di bawah 12 tahun tetap berada pada ibu, dan ayah bertanggung jawab atas biaya pemeliharaan. Namun, jika alasan cerai terkait kesibukan ibu yang menyebabkan penelantaran anak, hak asuh dapat beralih ke ayah.
4. Hak Asuh Anak Jika Istri Terbukti Selingkuh
Jika istri terbukti berselingkuh, ia dapat kehilangan hak asuh. Menurut Pasal 34 ayat (2) UU Perkawinan, ibu yang berselingkuh dinilai tidak memenuhi tanggung jawabnya sebagai orang tua, sehingga hak asuh bisa dialihkan ke ayah atau pihak lain yang lebih layak.
Alternatif Pembagian Hak Asuh
Selain penentuan hak asuh penuh oleh salah satu pihak, ada juga solusi hak asuh bersama, di mana kedua orang tua berbagi tanggung jawab dalam membesarkan anak. Ini seringkali diterapkan jika kedua pihak sepakat dan terbukti mampu berkolaborasi dalam merawat anak tanpa konflik besar yang merugikan anak. Dalam kasus ini, pengadilan dapat memberikan jadwal pembagian waktu secara adil antara ibu dan ayah.
Nah demikian informasi tentang hak asuh anak setelah perceraian, semoga bermanfaat detikers.
Artikel ini ditulis Jevon Noitolo Gea, Mahasiswa Magang dari Universitas HKBP Nommensen Medan
(nkm/nkm)