Petinju Legendaris Syamsul Anwar, Punya Pukulan Maut Walau Miliki Keterbatasan

Petinju Legendaris Syamsul Anwar, Punya Pukulan Maut Walau Miliki Keterbatasan

Kartika Sari - detikSumut
Senin, 16 Sep 2024 21:56 WIB
Petinju legendaris, Syamsul Anwar Harahap. (Dok. Dinas Kominfo Sumut)
Foto: Petinju legendaris, Syamsul Anwar Harahap. (Dok. Dinas Kominfo Sumut)
Medan -

Sosok Syamsul Anwar Harahap begitu melegenda di dunia tinju. Bahkan, ia dijuluki 'buldozer' lantaran mampu menjungkalkan lawan-lawannya.

Siapa sangka, dibalik kehebatan dirinya ini, prestasi Syamsul ini didapat dari hasil kerja keras di tengah keterbatasan fisik yang ia miliki akibat serangan penyakit polio.

Pria kelahiran 1 Agustus 1952 ini bercerita bahwa dirinya mengaku 'terjerumus' masuk ke dalam dunia tinju. Awalnya, ia hanya disuruh sang paman yang merupakan pelatih tinju membantu menyiram lapangan agar tak berdebu ataupun hanya mempersiapkan alat untuk para petinju berlatih.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Paman saya tidak pernah menyuruh berlatih tinju. Aneh kan? dia berpikir tidak mungkin saya menjadi petinju," ungkap Syamsul saat konferensi pers PON XXI di Medan, Senin (16/9/2024).

Syamsul kemudian berdiri dan menjulurkan lengan kirinya yang terkena polio. Ia mencoba mengangkat ke atas namun tidak bisa dilakukannya.

ADVERTISEMENT

"Sampai sekarang ini (tangan kiri) tidak bisa diangkat, ini lumpuh. Bayangkan tidak bisa, jadi paman saya tidak pernah berpikir melatih saya," ujarnya.

Titik awal perjalanan Syamsul berlatih tinju berawal saat hari ulang tahunnya pada 1 Agustus 1969. Saat itu, ia baru menginjak usia 17 tahun.

"1 Agustus 1969, saya ulang tahun tapi tidak ada yang beri salam karena tidak saya beritahu. Kemudian saya lari ke belakang rumah, ada samsak, saya pukulin. Tulang (paman) saya lagi tidur. kemudian dia lihat dari jauh. Ia bilang 'Sul, kamu bisa jadi petinju'. Saya bilang tidak mungkin, tapi ia meyakinkan saya, kemudian ada muncul semangat sedikit," kenangnya.

Keesokan harinya, Syamsul mencoba berlatih dengan para petinju binaan sang paman. Ia mencoba mencoba mengangkat namun tidak bisa dengan pemikiran mustahil.

"Saya putus asa, kemudian 10 hari kemudian nenek saya datang dan bilang bahwa saya harapan ibu saya. Di situ saya tergerak dan mencoba untuk latihan," ujarnya.

Menariknya, Syamsul bercerita bahwa dirinya hanya butuh waktu tiga bulan untuk dapat mengejar bahkan menumbangkan lawan-lawannya.

"Saya berlatih terus, bayangkan setelah tiga bulan latihan, mereka yang usah 4-5 tahun saya kalahkan semuanya. sudah jauh di atas saya berat badannya, salah kalahkan mereka. Kemudian timbul pertanyaan, saya bilang enggak tahu. Ketika saya disuruh ambil ini itu, saya lihat mereka latihan, saya tahu kemana tujuan latihannya, sehingga dari mereka mulai yang terbawah sampai terberat saya habisi semuanya," jelasnya.

Syamsul pun kemudian memiliki analisis bahwa ada persentase dalam menyerang ataupun menghindar yang tak dilakukan para lawannya saat itu.

"Ketika saya melihat semuanya ternyata mereka salah memecahkan dan menjawab persoalan. 97%-100% setiap hari kerjaan mereka adalah latihan memukul. Padahal dalam tinju pandai memukul itu baru 50% dari bertinju. Pintar menghindar sudah 50 persen. Mereka memukul terus, hanya tidak capai 50 persen paling mereka hanya dapat 30% dari 50%. Nah, di menghindar mereka hanya 5 persen atau 10 persen, jadi mereka baru mendapat 40 persen," kata Syamsul.

"Ketika saya bertinju dengan tangan tertatih-tatih saya sudah dapat 40 persen. Sudah sama dengan mereka, hanya menghindar saja. Sehingga boleh dikatakan pukulan mereka tidak ada yang kena," lanjutnya.

Tak hanya menerima ajaran dari pelatih, Syamsul kemudian mencari cara latihannya sendiri dengan menggunakan jemuran kawat. Ia menggunakan teknik menghindar dan lari beban dengan menggunakan jemuran kawat.

"Akhirnya saya menjadi orang gila ketika menjadi petinju, setiap saya melihat ada jemuran kawat, saya menghindar terus. Saya bawa lari beban supaya kaki kuat, bukan hanya pelatih yang memberikan tapi kita juga harus mencari. Secara teori, semua yang diberikan oleh pelatih sama semua, yang bisa mengembangkan hanya kita. Itulah awal saya menjadi petinju," tuturnya.

Syamsul kemudian mulai mengikuti berbagai pertandingan mulai dari ajang nasional hingga internasional.

"Menjadi petinju memang cukup berat karena berkelahi. Nah, berkelahi ini yang memegang peran adalah mental bertanding. Mental ini tumbuh ketika kita punya pertahanan yang baik, kalau kita ini susah dipukul dan kita mudah memukul," ujar Syamsul.

"Ketika ini dipegang, maka lawan otomatis akan ketakutan. Saya bertanding di Papua bisa saya buat mereka pucat," sambungnya.

Tak hanya itu, Syamsul juga bercerita belajar pukulan dari Bruce Lee maupun Mohammad Ali dalam teknik pukulan yang membuatnya bisa mengalahkan lawan-lawannya.

"Pukulan saya, saya belajar dari Bruce Lee dan Muhammad Ali. Ketika memukul, petinju ini kan mukul lurus kan, nah, kalau kita ketika mukul itu belok ke bawah sehingga pelipis lawan itu koyak. Kalau Bruce Lee ini ia tepis tangan lawannya kemudian dia masuk," pungkasnya.




(mjy/mjy)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads