Mata bulatnya masih terbelalak untuk percaya bahwa ia akan pergi meninggalkan Padang. Kota yang lekat dengan adat Minangkabau, ramah-tamah penduduk, dan tentunya Nasi "Padang". Selama melambung di udara, ia sibuk menerka-nerka bagaimana sosok teman-teman magangnya nanti, bagaimana sosok mentornya yang jujur saja "she overthink about him".
Namanya Aisyah Luthfi, ah mungkin di Medan nanti dia bisa menggunakan marga yang diturunkan dari ayahnya. Aisyah Luthfi Munthe, yang 22 tahun hidupnya ia habiskan di ranah Minang. Ia memang tahu ada darah Minang, Batak, dan Sunda yang mengalir di dirinya. Namun, tak pernah sedikit pun ia bayangkan akan mulai sedekat itu dengan tanah kelahiran ayahnya di Sumatra Utara.
Warna-warni Latar Belakang Keinginan Jadi Jurnalis
Sejak kecil, Luthfi -panggilannya waktu SD kini panggil saja Ai- diberikan kemewahan pendidikan dari kedua orang tuanya. Meskipun hanya dari keluarga sederhana, lelaki berdarah Batak yang Ai panggil 'ayah' itu selalu totalitas memberikan pendidikan terbaik untuk anak-anaknya. Kemampuan sang ibu bergaul dengan orang tua teman-teman SD Ai juga menjadi pendukung untuk membuat Ai berada dalam lingkungan teman-teman yang ingin belajar bersama. Sehingga terbentuklah grup les matematika dan bahasa Inggris.
Selain matematika, Ai sendiri gemar membaca salah satunya komik 'Detective Conan' si anak pintar dari Jepang. Melihat anak yang senang membaca, sang ayah mulai berlangganan koran Padang Express. Koran lokal yang mulai dibaca Ai tanpa tahu masa depannya akan terikat hal-hal seperti koran.
Memasuki masa remaja, keputusan untuk tinggal di asrama menjadi salah satu momen paling menantang dalam hidupnya. Awalnya, ia ragu dan sering berselisih pendapat dengan ibunya. Namun, akhirnya Ai memutuskan untuk mencoba pengalaman baru ini. Di sana, kecintaannya pada matematika mulai pudar, digantikan oleh minat yang semakin mendalam pada dunia menulis dan membaca. Ia mulai sering mewakili sekolah dalam lomba menulis, debat, dan drama, berharap prestasi ini bisa membawanya masuk ke Universitas Andalas (UNAND).
Namun, perjalanan menuju kampus impiannya tidak mudah. Tiga kali mencoba masuk Universitas Andalas, Ai selalu gagal. Kegagalan ini sangat memukulnya, terutama pada tahun 2020, yang menjadi masa paling sulit dalam hidupnya. Di tengah kekecewaan itu, Ai berusaha tetap produktif dengan mengikuti lomba menulis. Meski hanya meraih juara ketiga, kemenangan ini memberinya harapan baru, apalagi ketika ceritanya diterbitkan sebagai novel, meski tidak begitu terkenal.
Di samping kesuksesan kecilnya, tahun tersebut juga dipenuhi gejolak sosial, seperti aksi demo menentang omnibus law yang membuatnya semakin sadar akan ketidakadilan di sekitarnya. Ia ingin terlibat dalam perubahan, tetapi tidak ingin menjadi bagian dari massa aksi.
Celetukan singkatnya "Aku sangat ingin ikut demo, tapi gak mau jadi bagian massa aksi". Ia mendapat balasan dari kakaknya "Jadi jurnalis saja, di UNAND ada Genta Andalas. Hadir demo tapi gak ikut demo,".
Obrolan singkat dengan kakaknya menginspirasi Ai untuk mempertimbangkan karir di dunia jurnalistik, terutama di UNAND yang memiliki organisasi pers mahasiswa, Genta Andalas.
Dari Padang Menuju Medan
Iya, mahasiswa saat ini sudah memiliki kemerdekaan dalam memilih jalannya. Sebenarnya dari dulu sih, saat mahasiswa menggulingkan pemerintahan yang kacau juga sudah merdeka. Lebih spesifik, program pendidikan yang disebut Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) jadi incaran mahasiswa untuk menambah pengalaman hidup.
Tidak terkecuali Ai, dari Pers Mahasiswa dan latar belakang studinya -Sastra Indonesia- yang erat dengan kepenulisan. Ia berkembang untuk mendapatkan karier impiannya. Mimpinya semakin dekat saat ia yang hanya coba-coba daftar pada salah satu program MBKM yaitu Magang dan Studi Independen Bersertifikat (MSIB). Perempuan yang saat itu masih semester 5 itu menemukan kegiatan barunya di semester 6. Menjalani kegiatan jurnalistik yang lebih realistis lagi.
Tepat di hari terakhir penawaran, 19 Januari 2024 Ai mendapat pengumuman bahwa ia lulus pada program Digital Journalist dari detikcom. Ia sangat ingat saat user interview, ketika ditanyakan tentang alasannya memilih kanal regional detikcom itu.
Percaya diri dan jujur, ia menjawab "Saya menginginkan karir di bidang jurnalistik, dan saya melihat detikcom memberi peluang, kenapa di Sumatra Utara? Sumatra Utara adalah tanah kelahiran ayah saya yang ingin juga saya rasakan hiruk pikuknya," jelasnya.
Benar saja, hiruk pikuk yang ia maksud termasuk pada kerasnya kehidupan di Medan sana. Baru bercakap lewat pesan Whatsapp saja Ai sudah overthinking, takut dengan keras khas "Batak" orang-orang di sana.
Menurutnya, Kota Medan itu penuh sangat penuh warna, meski sebutannya 'Gotham City' karena ramainya kejahatan dan cenderung gelap. Kembali lagi dengan kata merdeka pada MBKM termasuk pada kemerdekaan hidup dengan warna-warni keberagaman Indonesia. Saat mendarat di Bandara Kualanamu bertepatan dengan azan Zuhur. Salat, kemudian duduk berpikir apa yang akan ia lakukan. Sangat spontan, ia baru memesan tiket dari bandara ke kota Medan saat ia sampai di bandara.
Baginya itu pengalaman pertama memesan tiket kereta api sendiri. Berjalan-jalan di bandara sendirian baginya juga pertama kali, mungkin kata lainnya mandiri. Sampai di Medan ia langsung disambut Bowu-nya, adik perempuan ayahnya. Obrolannya berlarut, ternyata hobi menulis itu turun dari Bowu-nya yang kini menjadi guru bahasa Inggris di salah satu yayasan swasta di Kisaran.
Saat sampai di rumah kos, betapa terkejutnya ia ternyata ibu pemilik kos merupakan etnis India dan lingkungan tersebut dipenuhi orang India. Hal ini menambah daftar pengalaman baru yang ia rasakan. Medan begitu penuh keberagaman, di tempat magang pun begitu. Tidak semengerikan bayangannya yang penuh dengan "keras" khas batak, justru kantornya berisi beragam suku dan budaya. Mulai dari Batak tentunya, ada Mandailing, Jawa, dan China memenuhi hari-harinya di kantor detiksumut.
Beralih ke pekerjaan, ia belajar dengan mentor pertamanya yang ternyata cukup Gen Z untuk dunia kepenulisan. Search Engine Optimization (SEO) merupakan hal yang sering Ai dengar namun belum tahu pasti itu apa. Semangat menulis ia dapatkan ketika mendapat 3 magic words dari mentor dan rekan-rekan magangnya. Beberapa kali artikelnya mendapatkan pageviews yang cukup banyak. Menurutnya pengalaman ini sangat berarti untuk meningkatkan kemampuan menulis dan rasa percaya dirinya. Berotasi pada divisi lain, Ai diberi amanah untuk belajar di bidang sosial media.
Simak Selengkapnya di Halaman Selanjutnya...
Simak Video "Video: Jaksa Agung Ungkap Alasan di Balik Pengamanan di Tubuh Kejaksaan"
(mjy/mjy)