Badan Legislasi (Baleg) DPR RI mengubah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal syarat partai politik untuk mengusung calon kepala daerah hanya berlaku bagi partai tanpa kursi DPRD. DPR juga menyepakati menggunakan putusan Mahkamah Agung terkait batas usia calon kepala daerah dalam rapat pembahasan revisi UU Pilkada.
Akademisi sekaligus pengamat politik, Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu (Stisipol) Raja Haji, Kepulauan Riau, Zamzami A Karim, menilai revisi UU Pilkada tersebut merupakan penjegalan terhadap Demokrasi.
"Ini bukan sekedar menjegal demokrasi, bahkan pembangkangan terhadap konstitusi, membangkang terhadap putusan MK," kata Zamzami pada Rabu (21/8/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Zamzami menyebut draft revisi UU Pilkada yang dikeluarkan Baleg DPR itu aneh. Keanehan itu terlihat persyaratan partai yang memiliki kursi dan tidak di DPRD.
"Menurut kesepakatan di Baleg itu malah lebih aneh, masa parpol pemilik kursi di DPRD syaratnya lebih berat daripada parpol-parpol non-kursi," ujarnya.
"Menurut kesepakatan ini (draft baleg) kan, parpol non-kursi di parlemen bisa mengusung dengan akumulasi perolehan suara sah dari parpol atau gabungan parpol minimal 10 % untuk daerah dengan DPT 2 jt ke bawah, sedangkan parpol kursi tetap harus 20% total kursi atau 25% suara sah, baik satu parpol maupun gabungan parpol," tambahnya.
Zamzami mengungkapkan keputusan MK yang direvisi Baleg DPR RI itu merupakan bentuk perlawanan partai yang tak setuju dengan keputusan tersebut. Ia mengatakan banyak pihak yang mengapresiasi keputusan MK soal Pilkada itu.
"Padahal banyak pihak yang pro demokrasi merasakan putusan MK 60 itu memberi harapan perbaikan demokrasi dari rongrongan kartel politik. Dengan begitu DPR menjadi lembaga yang turut merusak demokrasi," ujarnya.
Zamzami menerangkan draf Baleg DPR RI apabila disahkan dalam paripurna maka hal itu akan berdampak buruk bagi pilkada di daerah termasuk Kepri. Ia menyebut bencana kotak kosong yang membayangi saat ini bisa terwujud.
"Kalau DPR mengesahkannya dalam paripurna, maka bencana kotak kosong akan kembali merongrong Pilkada di Kepri," ujarnya.
Zamzami memperkirakan jika hasil rapat DPR itu benar benar disahkan dikhawatirkan akan berpengaruh pada pelaksanaan Pilkada serentak November mendatang. Karena menurutnya masih ada pelanggaran konstitusi dalam draf revisi UU Pilkada versi DPR.
"Bisa terjadi kekacauan dalam pelaksanaannya, karena masih menyisakan pelanggaran terhadap konstitusi ," ujarnya.
(nkm/nkm)