Pakar Hukum Unimal: Revisi UU Pilkada Harus Merujuk Putusan MK

Aceh

Pakar Hukum Unimal: Revisi UU Pilkada Harus Merujuk Putusan MK

Agus Setyadi - detikSumut
Rabu, 21 Agu 2024 20:15 WIB
Ilustrasi Pemilu
Ilustrasi. (Foto: Fuad Hasim/detikcom).
Banda Aceh -

Baleg DPR bersama DPD dan pemerintah menyepakati revisi Undang-Undang (RUU) Pilkada untuk dibawa ke rapat paripurna DPR. Dosen Hukum Tata Negara Universitas Malikussaleh (Unimal) Aceh Amrizal J Prang menyebutkan, revisi UU tersebut harus merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Amrizal mengatakan, putusan MK yang mengubah syarat bagi partai politik untuk mengusung calon kepala daerah (cakada) bersifat final dan mengikat sejak diputuskan. Dalam putusannya, MK menyatakan partai atau gabungan partai politik peserta Pemilu bisa mengajukan calon kepala daerah meski tidak punya kursi DPRD.

"Sifat putusan MK final dan mengikat sejak diputuskan, maka wajib ditindaklanjuti. Artinya terhadap pasal yang diputuskan inkonstitusional dan inkonstitusional bersyarat harus diubah. Jikapun tidak dilakukan perubahan, pasal tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata Amrizal saat dimintai konfirmasi detikSumut, Rabu (21/8/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pasca adanya putusan MK tersebut, Baleg DPR melakukan revisi terhadap UU Pilkada. Menurutnya, revisi itu harus dilakukan sebagaimana putusan MK karena hal itu diatur dalam pasal 24C UUD 1945.

"Tetapi jika tidak merujuk putusan MK, selain melanggar hukum dan konstitusi, ini juga berpotensi digugat atau JR (judicial review) kembali bagi pihak yang merasa hak konstitusionalnya dirugikan," jelas mantan Kepala Biro Hukum Setda Aceh itu.

ADVERTISEMENT

"Memang kewenangan membentuk dan mengubah UU ada pada lembaga legislatif, tetapi dalam pasal 10 ayat (1) huruf d UU 12/2011, salah satu materi muatan UU adalah tindak lanjut putusan MK," sambung Amrizal.

Selain itu, MK menyatakan syarat usia calon kepala daerah yang diatur dalam UU Pilkada harus dihitung saat penetapan pasangan calon. Namun, rapat Baleg DPR sepakat mengikuti putusan Mahkamah Agung (MA) terhadap Peraturan KPU yang mengatur syarat usia dihitung saat pelantikan calon terpilih.

"Kalau secara hirarki, PKPU turunan UU Pilkada harus mengacu UU tersebut, karena sudah diputuskan oleh MK bahwa substansi pasal tersebut, usia dihitung pada pencalonan bukan penetapan sebagaimana dalam UU, maka PKPU yang tidak sesuai dengan UU sebagaimana putusan MK mesti diubah," ujarnya.

Sebelumnya, MK menyatakan partai atau gabungan partai politik peserta Pemilu bisa mengajukan calon kepala daerah meski tidak punya kursi DPRD. Keputusan itu diambil oleh MK saat sidang kemarin, Selasa (20/8).

Dalam pertimbangannya, MK menyatakan Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada inkonstitusional. MK mengatakan esensi pasal tersebut sama dengan penjelasan Pasal 59 ayat (1) UU 32/2004 yang telah dinyatakan inkonstitusional oleh MK sebelumnya.

MK mengatakan pembentuk UU malah memasukkan lagi norma yang telah dinyatakan inkonstitusional dalam pasal UU Pilkada. MK kemudian menyebut inkonstitusionalitas Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada itu berdampak pada pasal lain, yakni Pasal 40 ayat (1). MK pun mengubah pasal tersebut.

Selain itu, MK juga menolak gugatan perkara 70/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh A Fahrur Rozi dan Antony Lee. Gugatan itu mengenai syarat usia calon kepala daerah.

Satu hari setelah putusan MK itu, Baleg DPR RI kemudian membuat rapat membahas revisi UU Pilkada. Baleg akan mengambil keputusan soal draf UU Pilkada hari ini juga.

Dalam rapat tersebut Baleg DPR menerapkan mengikuti putusan MA terkait batas usia bakal calon kepala daerah. Serta menetapkan parpol yang tidak punya kursi di DPRD bisa mengusung bakal calon kepala daerah sendiri.




(agse/dhm)


Hide Ads