Bawaslu Sumut Jelaskan soal Permohonan Sengketa Proses di Pilkada 2024

Bawaslu Sumut Jelaskan soal Permohonan Sengketa Proses di Pilkada 2024

Nizar Aldi - detikSumut
Jumat, 02 Agu 2024 22:51 WIB
Koordinator Divisi Penyelesaian Sengketa Bawaslu Sumut, Joko Arief Budiono (Foto: Nizar Aldi/detikSumut)
Koordinator Divisi Penyelesaian Sengketa Bawaslu Sumut, Joko Arief Budiono (Foto: Nizar Aldi/detikSumut)
Medan -

Bawaslu Sumut melakukan sosialisasi permohonan sengketa proses di Pilkada Sumut 2024. Sosialisasi tersebut dilakukan selama 2 hari untuk memastikan peserta Pilkada memahami tahapan yang harus dilakukan saat permohonan sengketa proses Pilkada.

"Kemarin kita membahas soal pengawasan proses pencalonan, berkaitan dengan syarat calon maupun syarat pencalonan," kata Koordinator Divisi Penyelesaian Sengketa Bawaslu Sumut, Joko Arief Budiono, Jumat (2/8/2024).

Joko menyebutkan di hari kedua, sosialisasi lebih spesifik soal penjelasan terkait tahapan permohonan sengketa Pilkada yang memenuhi syarat formil maupun materiil. Termasuk juga dengan bagaimana memanfaatkan aplikasi Sistem Informasi Penyelesaian Sengketa (SIPS).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Hari ini kita bicara lebih teknis, mengarahkan kepada bagaimana kita bisa menyampaikan sengketa proses pemilihan ke depan secara baik dan benar, memenuhi syarat formil maupun materiil, termasuk pemanfaatan SIPSS," ujarnya.

Dengan adanya kegiatan ini, Joko berharap peserta Pilkada nantinya akan dapat memenuhi syarat formil maupun materiil saat mengajukan permohonan sengketa proses Pilkada. Sehingga permohonan tersebut dapat ditindaklanjuti oleh Bawaslu.

ADVERTISEMENT

"Jadi memang kalau dibilang tujuan praktisnya, bagaimana nanti peserta pemilihan mampu memenuhi syarat-syarat formil maupun materiil dalam menyampaikan permohonan sengketa hingga bisa kita register dan bisa kita tindaklanjuti di Bawaslu," ucapnya.

Joko menuturkan ada beberapa kasus yang kerap menjadi permohonan sengketa proses. Seperti pemenuhan syarat dokumen calon maupun pencalonan, termasuk juga penafsiran persyaratan yang berbeda antara peserta Pilkada dengan KPU.

"Banyak, dalam beberapa kasus ya kalau kita belajar dari beberapa pemilihan yang lalu, biasanya itu berkaitan dengan syarat calon, bagaimana proses pemenuhan syarat-syarat dokumen yang harus dipenuhi oleh calon, begitu juga dengan syarat pencalonan bagaimana dokumen dukungan yang diberikan partai politik maupun calon perseorangan, ini yang sering terjadi perbedaan penafsiran, yang berbeda penafsiran ini mungkin akan membuat peserta akan merasa dirugikan," tutupnya.




(dhm/dhm)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads