Produk tumbler atau botol minum 'sultan' yang harganya mahal kini digandrungi masyarakat. Tumbler-tumbler 'mewah' tersebut laku keras di kalangan anak muda yang kerja kantoran. Merk seperti Corkcicle hingga Owala dijual dengan harga ratusan ribu hingga jutaan rupiah.
Lalu, apa alasan banyak orang beli tumbler berharga fantastis tersebut?
Dilansir detikFinance, Pakar Marketing dan Managing Partner Inventure, Yuswohady mengatakan, tumbler-tumbler sultan tersebut kini laku keras di Indonesia, khususnya di lingkup pekerja kantoran. Konsumen kelas A dan B atau kelas atas dan menengah mendominasi pembelinya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya alasan konsumen membeli tumbler tersebut bukan lagi soal fungsi, tapi gengsi.
"Untuk segmen A sama B (produk tumbler sultan diminati). Jadi karena ini sudah bukan lagi fungsional ya, terutama. Tapi lebih karena gengsi ke teman-teman kantor," kata Yuswo, Minggu (14/7/2024).
Yuswo mengatakan, ada kebiasaan warga untuk membawa tubler ke mana-mana yang salah satunya didorong atas rasa kepedulian terhadap lingkungan.
Namun kini muncul tren tumbler-tumbler 'sultan' yang tak cuma menjawab kebutuhan atas fungsi botol minum itu sendiri, tapi juga kebutuhan emosional dalam hal self-branding atau citra diri dari para penggunanya. Tumbler sultan tersebut disebut mirip-mirip dengan membeli tas mewah.
"Corkcicle itu kan memang kuat sampai 9 jam (tahan suhu air) dan seterusnya. Tapi sebenarnya yang paling utama bukan itu, melainkan brand itu menjadi penunjuk status sosial. Sama lah kita beli Hermes atau Louis Vuitton. Louis Vuitton itu sebenarnya bukan masalah tasnya kuat, walaupun dia ngetes retsletingnya aja ribuan kali, kekuatannya itu sudah nggak dipertanyakan lagi, tapi yang dicari itu mahalnya," jelasnya.
Selain menciptakan self-branding, tak sedikit masyarakat yang beli tumbler sultan tersebut karena fear of missing out (FOMO) sehingga mereka merasa harus ikut membeli botol minum seharga jutaan rupiah tersebut.
"Makin mahal justru makin dicari. Ini kalau masuk ke ranah emosional, ranah citra diri, self-promotion, self-branding, itu semakin mahal dia menjadi penunjuk bagi status sosial," ujarnya.
Gen Z juga jadi sasaran empuk produk tersebut. Menurut Yuswo, hal ini dikarenakan rata-rata gen z punya kesadaran terhadap lingkungan yang lebih tinggi dibandingkan generasi sebelumnya. Sehingga penetrasi tren-tren terbaru tersebut juga mudah masuk melalui media sosial yang intens diakses gen z.
(nkm/nkm)