Aliansi Jurnalis Kepri Demo Tolak Revisi UU Penyiaran

Kepulauan Riau

Aliansi Jurnalis Kepri Demo Tolak Revisi UU Penyiaran

Alamudin Hamapu - detikSumut
Senin, 27 Mei 2024 14:17 WIB
Sejumlah jurnalis di Batam, Kepulauan Riau (Kepri) menggelar aksi unjuk rasa penolakan RUU Penyiaran di DPRD Batam. (dok. AJI Batam)
Foto: Sejumlah jurnalis di Batam, Kepulauan Riau (Kepri) menggelar aksi unjuk rasa penolakan RUU Penyiaran di DPRD Batam. (dok. AJI Batam)
Batam -

Sejumlah wartawan tergabung dalam Aliansi Jurnalis Kepulauan Riau (Kepri) melakukan aksi unjuk rasa di depan kantor DPRD Batam. Mereka menolak revisi Rancangan Undang-undang (RUU) Penyiaran Nomor 32 tahun 2002 yang tengah digodok DPR RI.

Puluhan masa yang melakukan unjuk rasa itu tergabung dari 6 organisasi. Diantaranya Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Batam, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Pewarta Foto Indonesia (PFI), Serikat Media Siber Indonesia (SMSI), Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) dan Serikat Perusahaan Pers (SPS).

"Kami menilai ada beberapa pasal RUU Penyiaran versi Maret 2024 yang cukup mengganggu kerja-kerja jurnalistik. Pasal-pasal ini akan membuat KPI menjadi lembaga superbody dalam dunia jurnalistik, juga kewenangannya akan tumpang tindih dengan Dewan Pers," kata Koordinator aksi, Juanda yang juga Ketua AJI Batam, Senin (27/5/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Juanda mengatakan draf revisi pasal yang dinilai paling bermasalah yakni pasal 50B ayat 2 (c) mengenai standar isi siaran. Secara spesifik disebutkan bahwa ada pelarangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi.

"Pasal ini sangat absurd dengan tendensi anti kebebasan pers. Pasal ini secara terang benderang menyasar kerja-kerja jurnalistik investigasi," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Juanda menyebut definisi penyiaran bisa bermakna luas cakupannya. tidak hanya akan menyasar media arus utama, tetapi juga jurnalisme investigasi yang dilakukan via internet, media online, atau bahkan hingga media sosial.

"Pasal 50 B ayat 2 (c) ini sangat bertentangan dengan pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Pers yang menyatakan, bahwa pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran. Selain itu, di pasal 4 ayat 1 UU Pers jelas menyatakan kebebasan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara," ujarnya.

"Lalu, pasal 50 B ayat 2 K RUU Penyiaran menyatakan akan menghentikan tayangan dianggap mencemarkan nama baik. Pasal ini dapat digunakan untuk menyerang para pengkritiknya. Selain itu, pasal pencemaran nama baik telah dicabut dari KUH Pidana oleh Mahkamah Konstitusi Maret 2024 lalu," tambahnya.

Juanda menyebut bahwa dengan dilakukannya revisi UU Penyiaran itu maka akan menambah kewenangan KPI. Kewenangan KPI berdasarkan RUU Penyiaran menyatakan bisa mengatur dan menangani sengketa pers penyiaran.

"Kami menilai hal ini tumpang tindih dengan kewenangan Dewan Pers, serta tumpang tindih UU Pers dan RUU Penyiaran. Perluasan kewenangan KPI dalam draf RUU Penyiaran versi Maret 2024 berpotensi memberangus kemerdekaan pers, kebebasan ekspresi, dan kreativitas di ruang digital," ujarnya.

Puluhan masa aksi koalisi jurnalis itu diterima oleh ketua DPRD Batam, Nuryanto. Ia menyebut akan meneruskan aspirasi tersebut ke DPR RI.

"Aspirasi teman-teman akan kita teruskan ke DPR RI," ujarnya.

Nuryanto menyebut dirinya secara pribadi menolak revisi RUU penyiaran karena berpotensi menghidupkan kembali Orde Baru. Ia menyebut kebebasan pers merupakan hasil reformasi dan tidak boleh diganggu.

"Indikasinya apa kalau kemerdekaan pers ini direvisi dan akhirnya ruang lingkup jadi sempit. Ini tak boleh, itu tak boleh. Arahnya mau ke mana," ujarnya.

Nuryanto juga menjelaskan pers memiliki peran yang penting dalam kehidupan masyarakat. Seharusnya pers diberikan ruang yang lebih luas untuk menjalankan tugas-tugasnya.

"Pers itu tugasnya mencari data dan mencari kebenaran. Kalau dilarang bagaimana nantinya. Era sudah seperti ini, harusnya kita terbuka," ujarnya.




(mjy/mjy)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads