Klarifikasi Kepsek Diduga Aniaya Siswi SMK di Nisel hingga Tewas

Klarifikasi Kepsek Diduga Aniaya Siswi SMK di Nisel hingga Tewas

Finta Rahyuni - detikSumut
Kamis, 18 Apr 2024 20:00 WIB
adegan pelecehan kepada peremouan
Foto: Edi Wahyono
Nias Selatan -

Yaredi Nduru (17), siswa SMK di Kabupaten Nias Selatan (Nisel), Sumatera Utara (Sumut) mengalami sakit dan meninggal dunia diduga usai dianiaya kepala sekolahnya, SZ (37). Begini klarifikasi SZ soal kejadian itu.

Kepala Cabang Dinas Pendidikan Wilayah XIV Dinas Pendidikan Sumut Yasokhi Hia menyebutkan SZ telah memberikan keterangan terkait kejadian itu. Yasokhi sekaligus menyampaikan peristiwa dugaan penganiayaan itu terjadi di dalam ruangan kelas pada 16 Maret 2024, bukan 23 Maret.

"Perlu kami jelaskan bahwa waktu kejadian kepala sekolah memberikan pembinaan terhadap delapan orang siswa, yang beredar di media sosial yaitu tanggal 23 Maret, yang seharusnya tanggal 16 Maret dan dilakukan di dalam ruangan kelas, bukan pada saat siswa berbaris," ujar Yasokhi dalam keterangannya, Kamis (18/4/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Yasokhi menyebut informasi itu diterima oleh pihaknya pada Kamis 11 April 2024. Setelah menerima informasi itu, Yasokhi yang kebetulan tengah berada di Kota Medan, meminta Kasi SMK dan KTU menjenguk Yaredi pada 13 April.

"Namun, setelah sampai di rumah tempat tinggal, hanya ada kakek dan nenek, sedangkan siswa tersebut sudah dibawa ke RSUD Thomsen," sebutnya.

ADVERTISEMENT

Lalu, pada 15 April siang, Yasokhi dan Kasi SMA menjenguk Yaredi di RSUD Thomsen. Namun, setelah pulang mereka mendapatkan informasi bahwa korban telah meninggal dunia.

"Kami belum bisa memberikan kesimpulan karena hal ini telah masuk ke ranah APH (Aparat Penegak Hukum) dan sedang berproses hingga saat ini," ujar Yasokhi.

Klarifikasi Kepsek

Dalam keterangan tertulis SZ yang disampaikan kepada Dinas Pendidikan Sumut, dilihat detikSumut, kejadian itu berawal pada Jumat (15/3) pagi. Saat itu, dirinya dihubungi oleh Sekertaris Camat Siduaori Yasozisokhi Nduru karena ada permasalahan dengan siswa-siswi yang tengah Praktek Kerja Industri (Prakerin) di kantor camat itu. Korban diketahui juga ikut prakerin di kantor camat tersebut.

"Saya dihubungi Pak Sekcam Siduaori menanyakan apakah siswa yang sedang prakerin itu bisa disuruh kerja atau tidak. Dengan dadakan saya jawab bisa Pak Sekcam, mohon dimaklumi siswa kita sedang prakerin. Lalu, jawaban Pak Sekcam, kalau tidak mau diarahkan lebih baik dijemput siswa tersebut hari Senin 18 Maret 2024," demikian keterangan SZ.

Lalu, pada 16 Maret SZ menyuruh salah seorang guru untuk mengumpulkan seluruh siswa prakerin dalam ruangan kelas XI. Setelah berkumpul, SZ pun masuk ke ruangan itu.

Kemudian, SZ menanyakan apakah ada kendala selama melakukan prakerin. Saat itu, semua siswa menjawab tidak ada masalah. Pertanyaan itu berkali-kali ditanyakan oleh SZ, dan jawaban semua siswa tetap sama.

Setelah itu, SZ menanyakan secara khusus kepada siswa-siswi yang prakerin di kantor Camat Siduaori. Pada saat itu, siswa-siswi tersebut menjawab tidak ada masalah.

"Akhirnya saya suruh mereka untuk maju ke depan khusus laki-laki peserta prakerin yang ditempatkan di kantor camat. Setelah mereka maju ke depan sejumlah lima orang, kembali saya mempertanyakan apakah ada masalah, mereka menjawab tidak ada pak. Saya tanyakan lagi, baru mereka menjawab ada. Setelah mendengar jawaban dari mereka saya mengepalkan tangan sambil mendorong kening mereka. Saya melontarkan pernyataan, tidak mungkin Bapak Sekcam Siduaori menghubungi saya kalau tidak ada permasalahan. Emang gila Pak Camat Siduaori marah-marah tanpa sebab?" tanya SZ.

Pertanyaan SZ itu dijawab oleh salah seorang siswa dengan mengatakan bahwa Camat Siduaori memang gila. Saat itu, siswa tersebut tertawa dan diikuti oleh siswa lainnya yang berada di ruangan itu.

SZ pun lalu mendorong kening para siswa itu sembari mengatakan 'sudah salah malah ketawa'. Setelah itu, SZ menyuruh tiga siswi yang juga prakerin di kantor camat untuk maju.

Saat itu, SZ menanyakan kesalahan yang dilakukan oleh para siswi itu. Ketiga siswi itu pun menyampaikan kesalahan yang mereka lakukan.

Kemudian, SZ memberikan imbauan kepada para siswa untuk bekerja dengan baik saat prakerin dan menjaga nama baik sekolah. Lalu SZ meninggalkan ruangan itu karena ada acara.

Setelah itu, pada 18 Maret 2024, siswa-siswi tersebut, termasuk korban, kembali prakerin di kantor camat. Pada saat itu, Sekcam sempat menanyakan kondisi kesehatan anak-anak tersebut.

Para siswa itu menyampaikan bahwa mereka dalam kondisi baik-baik saja. Begitupun keesokan harinya.

Namun, pada 20-22 Maret, Yaredi tidak hadir lagi ke kantor camat itu tanpa ada informasi yang jelas. Begitu juga pada tanggal 23 Maret, Yaredi tidak hadir ke sekolah.

Lalu, pada 24 Maret malam, Yaredi datang ke rumah temannya untuk bermain game mulai dari pukul 21.00 WIB hingga pukul 05.00 WIB. Setelah itu, sekira pukul 05.30 WIB, korban pergi menuju Situs Megalith Tetegewo dengan alasan ingin mengambil baju.

Pada siang harinya, teman korban menghubungi korban dan menanyakan kenapa tidak hadir prakerin. Saat itu, Yaredi mengatakan bahwa dirinya tengah meriang.

Begitupun keesokan harinya, korban mengaku kepalanya pusing. Kemudian, sejak tanggal 27-40 Maret, tidak diketahui pasti kondisi dari Yaredi.

"Pada 31 Maret malam, pihak keluarga menghubungi salah satu guru menginformasikan bahwa Yaredi sakit karena dipukul kepala sekolah," ujarnya.

Setelah itu, pada 1 April 2024 guru tersebut memberitahu SZ soal kabar Yaredi tersebut. Lalu, pada sore harinya guru dan sejumlah siswa menjenguk korban. Pada saat yang bersamaan, keluarga korban meminta pertanggungjawaban SZ.

Dalam keterangannya, SZ mengatakan pada 4 April keluarga korban datang ke sekolah untuk menyelesaikan permasalahan itu. Pada mediasi itu ada sejumlah pihak lainnya yang juga terlibat.

Saat mediasi itu, keluarga Yaredi meminta uang sebesar Rp 25 juta untuk biaya pengobatan. Jika korban sembuh dan uang tersebut masih bersisa, maka sisanya akan dikembalikan kepada SZ. Saat itu, keluarga Yaredi mengatakan jika tidak ada uang Rp 25 juta itu, maka permasalahan itu akan terus bergulir.

"Pada mediasi itu, tidak ada titik kesepakatan, maka pemandu mediasi membubarkan. Pada Kamis 11 April, keluarga Yaredi melapor ke Polres Nias Selatan," ujar SZ dalam keterangannya itu.




(nkm/nkm)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads