Melatih kesabaran di bulan Ramadan sangat penting. Manusia akan diuji keimanan dan ketakwaannya. Menjalankan ibadah dalam keadaan menahan haus dan lapar akan berpengaruh pada kestabilan emosi.
Sejalan dengan sabda Rasulullah, yaitu "Puasa adalah setengah dari kesabaran." (HR. Tirmidzi).
Dalam beberapa peristiwa, jika kita menghadapi atau mendapatkan kemarahan akan memancing memancing kemarahan pula. Bagaimana jika itu terjadi saat seseorang berpuasa?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Apakah Marah-marah Membatalkan Puasa?
Puasa batal dapat dikategorikan dalam dua jenis. Pertama, puasanya batal seperti makan dan minum. Kedua, pahala puasanya yang batal.
Pahala puasa batal bisa disebabkan oleh iri, dengki, berdusta, ghibah, fitnah, dan marah. Batal pahala puasa tidak berarti batal puasanya. Puasa dinilai sah tetapi ia tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya selain lapar dan dahaga.
Oleh karena itu, ketika berpuasa seseorang harus tetap bersabar dan mengendalikan diri. Barangsiapa yang dapat mengendalikan diri, maka tergolong orang-orang yang kuat. Hal ini telah disampaikan dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda :
لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ ، إِنَّمَا الشَّدِيدُ الَّذِى يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ
Artinya: "Yang namanya kuat bukanlah dengan pandai bergelut. Yang disebut kuat adalah yang dapat menguasai dirinya ketika marah." (HR. Bukhari no. 6114 dan Muslim no. 2609).
Mengurangi Esensi Puasa
Tentang pahala puasa, hal ini juga dijelaskan dalam hadits Rasulullah SAW tentang orang yang berpuasa tetapi puasanya sia-sia,
رُبَّ صَاىِٔمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الْجُوْعُ وَالْعَطَشُ
Artinya: "Berapa banyak orang berpuasa yang tidak mendapatkan apa-apa kecuali lapar dan dahaga saja." (HR. Ibnu Majah no.1690 dan Syaikh Albani berkata, "Hasan Shahih.")
Cara Menahan Amarah
Dianjurkan oleh Imam Al Ghazali sebagaimana dikutip Syekh Jamaluddin Al Qasimi mengatakan bahwa:
وَأَمَّا الْعَمَلُ فَأَنْ تَقُولَ بِلِسَانِكَ: أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ، وَإِنْ كُنْتَ قَائِمًا فَاجْلِسْ، وَإِنْ كُنْتَ جَالِسًا فَاضْطَجِعْ، وَيُسْتَحَبُّ أَنْ يَتَوَضَّأَ بِالْمَاءِ الْبَارِدِ؛ فَإِنَّ الْغَضَبَ مِنَ النَّارِ، وَالنَّارُ لَا يُطْفِئُهَا إِلَّا الْمَاءُ.
Artinya: "Adapun (mengatasi amarah dengan) amal, katakanlah dengan lisanmu, A'uudzu billaahi minasy syaithaanir rajiim (aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk). Bila engkau berdiri, duduklah. Bila engkau duduk, tidurlah miring. Disunnahkan berwudhu dengan air yang dingin, sesungguhnya kemarahan adalah dari api, sedangkan api tidaklah bisa dipadamkan kecuali dengan air." (Syekh Jamaluddin al-Qasimi, Mau'ihhah al-Mu'mini min Ihya' Ulum al-Din, hal. 208).
Apakah marah-marah membatalkan puasa? Jawabannya tidak. Namun, detikers bisa menjaga kestabilan emosi dengan cara yang dianjurkan Imam Al-Ghazali agar pahala puasanya tidak batal.
Artikel ini ditulis Aisyah Luthfi, mahasiswa peserta magang merdeka di detikcom.
(afb/afb)