Ketua TKD Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) di Sumut, Edy Rahmayadi, melemparkan kritik terhadap pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Salah satu yang dikritik oleh Edy adalah persoalan pertumbuhan ekonomi.
Edy menyampaikan saat acara bersama seluruh TKD AMIN di DPW NasDem Sumut. Edy awalnya berbicara soal perubahan yang dia inginkan.
"Yang diubah adalah kondisi sosial. Di dalamnya banyak itu," kata Edy dalam sambutannya, Rabu (29/11/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Edy menyebut kondisi sosial yang dia maksud meliputi persoalan ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan. Dia kemudian memberikan penjelasan terkait perubahan-perubahan yang dia inginkan itu.
"Ideologi, sudah jelas-jelas ada TAP MPRS nomor 25. Apa yang berbentuk komunis, semua harus dihilangkan dari dunia Indonesia ini. Keluar pula Keppres. Itu lah yang disindir oleh Surya Paloh," ucap Edy.
"Saudara-saudara saya, ideologi saja dulu kembalikan kepada Pancasila," sambungnya.
Kemudian Edy menyinggung soal Mahkamah Konstitusi (MK). Edy menilai MK sudah tidak independen dan dapat diatur-atur.
"Yang kedua, politik. Gimana mau cerita politik, di dunia mana pun negara ini ada yang namanya MK. MK itu malaikatnya negara itu, itu pun sudah diatur-atur," ucapnya.
Mantan Gubernur Sumut itu kemudian menyinggung soal kepala desa yang dikumpulin untuk kepentingan politik. Dia juga berbicara soal pertumbuhan ekonomi di era Presiden Jokowi.
"Ekonomi. Pada zaman Soeharto, saya tak bilang zaman Soekarno, Soekarno tak terukur pertumbuhan ekonomi, Soeharto 7 persen pertumbuhan ekonomi Republik Indonesia ini," tutur Edy.
"Begitu masuk SBY 5 persen. Pertanyaan, berapa pertumbuhan ekonomi sekarang? 4 persen. Itu lah yang dibilang Pak Sura Paloh itu, buka mata mu. Tadi aja yang menyinggung ekonomi, negara kaya kita ini," lanjutnya.
Selanjutnya, Edy berbicara soal ketimpangan sosial. Hal ini ditandai dengan banyaknya warga yang mencari pekerjaan di Jakarta.
"Kenapa orang lari ke Jakarta, semua itu lah tanda tidak pemerataan. Kenapa tidak dibangun di semua kota, Kota Medan, Kota Palembang. Semua berkonsentrasi di provinsinya masing-masing. Eh dibikinnya pula IKN lagi, menambah masalah lagi," jelasnya.
(afb/afb)