Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas (Unand) mendorong Presiden Joko Widodo (Jokowi) segera memecat Ketua KPK Firli Bahuri dari jabatannya. PUSaKO menganggap ketika Firli masih menjadi orang nomor satu di lembaga antirasuah itu, dia akan memperkuat barisan di tubuh KPK agar terhindar dari kasus yang menjeratnya.
"Kita mendorong presiden secepatnya memecat Firli dari jabatannya. Karena memang dari awal ketika dia datang ke KPK dia sudah bermasalah, permasalahan itu seperti skandal helikopter dan lainya," Kata direktur PUSaKO Charles Simabura pada detikSumut, Jumat (24/11/2023).
Charles menilai ketika Firli masih dipertahankan sebagai ketua KPK di tengah status tersangkanya akan berdampak perpecahan di tubuh KPK, perpecahan ini diperparah dengan Firli yang akan memperkuat konsolidasi kekuasaan yang dia miliki. Selama era Firli memimpin KPK menurutnya Firli banyak berseberangan dengan bagian internal KPK.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Selama ini kita lihat peran Firli sangat dominan di KPK. Pihak-pihak yang berseberangan bersama dia selama ini banyak diam. Ketika Firli sudah tersandung kasus baru mereka berani menyampai (permasalahan) ini," jelasnya.
"Maka di sini peran presiden dibutuhkan. Presiden harus tindak lanjuti permasalahan ini. Agar tidak terbelah lagi (KPK). Karena presiden hanya menerapkan Pasal 32 ayat 2 UU KPK tentang pemberhentian sementara Firli dari jabatannya," sambungnya.
Selama kepemimpinan mantan Kapolda Sumatera Selatan ini, menurut Charles Firli sering membungkam orang yang menurutnya kritis di tubuh KPK. Kepemimpinan Firli juga dia nilai tidak memakai asas kolektif kolegial.
"Dari selama yang saya amati (KPK), internal KPK dalam suasana harus mengikuti kebijakan Firli. Dia tidak lagi memakai gaya memimpin kolektif kolegial. Atau karena dia berasal dari polisi maka dia terbiasa makai sistem komando. Sehingga dia ingin menjadikan KPK seperti kemauannya," jelasnya.
Sehingga dari pemecatan Firli dari KPK, Charles menilai KPK akan kembali ke jalan yang benar. Permasalahan yang menjerat Firli menurutnya juga akan terlepas dari persoalan KPK.
"Ketika Firli sudah dipecat. KPK juga sudah terlepas dari beban psikologis untuk membela atau tidak ketuanya dia itu. Ataupun kalau tetap dipertahankan dia juga berpotensi menggunakan jabatannya untuk menghilangkan barang bukti," terangnya.
Terkait polemik yang terjadi ini, pakar hukum tata negara ini juga berpandangan presiden harus secepatnya memberhentikan Firli dari jabatannya. Karena menurutnya proses hukumnya akan berjalan lambat ketika Firli masih berstatus ketua KPK.
"Presiden harus secepatnya memberhentikan yang bersangkutan. Karena ini juga berkaitan dengan proses hukum yang akan dijalani ke depan. Firli ini juga orang berpengaruh (internal polisi). Maka dalam rangka mempermudah penyelidikan Firli dipecat dan ditahan,"ungkapnya.
Selain itu, dosen yang sehari-hari mengajar di fakultas hukum Unand ini berpendapat Firli juga tidak seharunya mendapatkan bantuan hukum dari KPK. Karena menurutnya yang bermasalah pribadi bukan kelembagaan.
"Dia seharusnya tidak mendapatkan bantuan hukum dari KPK. Kecuali ini bersifat kelembagaan, baru KPK bisa memberikan bantuan hukum. Namun dalam kasus ini hanya yang bersangkutan yang bermasalah. Jadi KPK tidak perlu memberikan bantuan hukum,"tutupnya.
Sebelumnya diberitakan, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya menetapkan Firli Bahuri sebagai tersangka atas kasus memeras eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL). Selain memeras, Firli juga diduga menerima gratifikasi dan penerimaan suap.
Dilansir detikNews, Firli diduga melanggar Pasal 12 e dan atau Pasal 12B dan atau Pasal 11 UU Tipikor Juncto Pasal 65 KUHP dengan ancaman maksimal hukuman penjara seumur hidup.
(nkm/nkm)