Nasdem Sumut menanggapi tuduhan dari Partai Demokrat yang menyebut Partai Nasdem dan Anies Baswedan berkhianat. NasDem Sumut menyebut pihaknya bersama Anies Baswedan tetap menjaga komitmen di koalisi.
"Saya ingin katakan, kita perlu tahu dulu yang berkhianat sebenarnya siapa. Kalau disampaikan khianat, ketika dia itu meninggalkan koalisi, meninggalkan komitmen. Pak Anies kan tetap berkomitmen, Pak Surya Paloh juga berkomitmen untuk membawa pasangan yang diusung oleh partai koalisi untuk menang," kata Ketua DPW NasDem Sumut, Iskandar, Sabtu (2/9/2023).
Iskandar menyebut bahwa Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar dipilih untuk menjadi pasangan Presiden 2024 merupakan strategi untuk dapat menang, bukan hanya sekadar mengikuti kontestasi saja.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi bukan hanya sekadar untuk mengikuti kontestasi Pilpres atau gagah-gagahan melengkapi tapi untuk menang. Dan untuk menang itu kita perlu strategi dan perlu pasangan yang sangat cocok untuk Pak Anis Baswedan. Yang bisa memberikan daya dorong dan kekuatan baru untuk menambah suara untuk Pak Anies. Makanya NasDem dan Pak Anies melihat potensi itu ada di Muhaimin Iskandar dengan PKB," ujarnya.
"Artinya NasDem sendiri tidak punya kepentingan apapun. Memangnya ketua umum kita bersikeras untuk dicalonkan sebagai capres? tidak ada. Ketum kita malah tak ingin masuk dalam kandidat wakil presiden mendampingi Pak Anies," lanjutnya.
Baca juga: NasDem Sumut Siap Menangkan Anies-Muhaimin |
Iskandar justru mempertanyakan kembali terkait tudingan pengkhianat terhadap partainya. Ia justru menyebut pihak yang meninggalkan koalisi sebagai pengkhianat.
"Yang berkhianat sebetulnya siapa? Dalam perspektif saya, kita mengusung Pak Anies dengan satu kata yaitu iklhas dan tulus yaitu tanpa pamrih. NasDem mengusung Pak Anies tanpa pamrih, ketua umum tak meminta sebagai Wapres. Kita usung dengan ikhlas karena kita yakin agar bawa kemajuan Indonesia. Tanpa ada embel-embel," kata Iskandar.
"Kalau ada partai yang karena ketua umumnya tak jadi diusung kemudian dia mundur dari koalisi ini, pertanyaannya sebenarnya siapa yang berkhianat. Siapa yang meninggalkan koalisi, itu yang layak disebut pengkhianat. Karena dia meninggalkan, kalau dia tulus dia tak akan tinggalkan koalisi ini karena inikan untuk menang. Jadi kalau dia memaksa kehendak, hanya ego dan kepentingan pribadi dan tidak terakomodir dan dia kemudian melakukan caci maki, pertanyaan saya siapa yang berkhianat," pungkasnya.
(afb/afb)