Partai politik (parpol) pertama di Indonesia berdiri pada 25 Desember 1912 di zaman pemerintahan kolonial Belanda. Parpol itu terbentuk setelah kemunculan organisasi kepemudaan.
Dilansir detikEdu dari laman resmi Kepustakaan Universitas Indonesia (UI), parpol lahir di Indonesia bersamaan dengan tumbuhnya gerakan kebangsaan yang menandai era kebangkitan nasional.
Lantas detikers tahu apa parpol pertama yang berdiri di Indonesia? Simak ulasannya sampai akhir ya!
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Munculnya Organisasi Pemuda
Salah satu puncak perubahan pemerintahan kolonial Belanda adalah dibentuknya Volksraad pada 1916. Dewan itu pada awalnya hanya memiliki kekuasaan sebagai penasihat, bukan pembentuk undang-undang.
Pada masa itu, hukum dasar yang berlaku di wilayah Hindia Belanda adalah regeerings-reglement (RR) tahun 1854. Pasal 111 RR menyatakan bahwa perkumpulan-perkumpulan atau persidangan-persidangan yang membicarakan soal pemerintahan atau yang membahayakan keamanan umum dilarang di Hindia Belanda.
Pada 1919, RR diganti Indische Staatsregeling 1918 yang pada Padal 165 juga memuat larangan organisasi dan perkumpulan politik.
Ketentuan tersebut membuat organisasi tidak terang-terangan menunjukkan diri sebagai organisasi politik, baik dalam tujuan, program, maupun aktivitasnya.
Hal ini dapat dilihat dari berdirinya Budi Utomo pada 20 Mei 1908 dan Sarekat Islam (SI) pada 1911. Kedua organisasi itu tidak secara tegas menyatakan diri sebagai organisasi politik.
Namun dalam perkembangannya, kedua organisasi tersebut memiliki program dan aktivitas yang mengarah ke wilayah politik.
Partai Politik Pertama di Indonesia
Indische Partij merupakan parpol pertama di Indonesia yang berdiri pada 25 Desember 1912. Ada tiga orang yang menjadi inisiator berdirinya partai itu yakni Ernest Douwes Dekker, Tjipto Mangoenkoesoemo, dan Ki Hajar Dewantara.
Indische Partij juga menjadi inisiator dalam konteks organisasi sosial-politik di era Hindia Belanda. Organisasi ini diisi oleh sekitar 7.000 orang yang berasal dari darah pribumi dan campuran.
Setelah itu, kemudian menyusul organisasi politik lain seperti Insulinde, Indische Sociaal Democratische Vereeniging (ISDV), Partai Komunis Indonesia (PKI), Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai Indonesia Raya (Parindra), Partai Indonesia (Partindo), Indische Sociaal Democratische Partij (ISDP), Indische Katholijke Partij, Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo), dan Partai Rakyat Indonesia (PRI).
Parta-partai politik yang ada sebelum kemerdekaan tersebut tidak semuanya mendapat status badan hukum dari pemerintah kolonial Belanda.
Sampai tahun 1923, SI belum mendapatkan pengakuan sebagai badan hukum. Begitupun dengan Indische Partij yang pada 4 Maret 1913, permohonannya ditolak oleh Gubernur Jenderal karena dipandang sebagai organisasi politik radikal dan mengancam keamanan umum.
Kehidupan partai politik di Indonesia sebelum kemerdekaan mulai menurun setelah 1930. Hal ini terjadi karena kebijakan represif yang dijalankan oleh Pemerintahan Kolonial Belanda.
Saat itu, Gubernur Jenderal BC de Jonge (1931) dan AWL Tjarda van Starkenborgh Stachouwer (1936) menolak memberi pengakuan pada organisasi pergerakan nasionalis. Partai politik secara ketat juga diawasi Politieke Inlichtingendienst atau Badan Intelijen Politik saat itu.
(astj/astj)