Ketua Komisi I Minta Jeli Pilih Tontonan untuk Hindari Propaganda

Ketua Komisi I Minta Jeli Pilih Tontonan untuk Hindari Propaganda

Farid Achyadi Siregar - detikSumut
Jumat, 21 Jul 2023 02:00 WIB
Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafid saat acara Gerakan Nasional Budaya Sensor Mandiri di Medan
Foto: Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafid saat acara Gerakan Nasional Budaya Sensor Mandiri di Medan (Farid/detikSumut)
Medan -

Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafid menyebut mereka melihat ada beberapa film yang masuk di Indonesia dan berpotensi dijadikan sebagai senjata non militer. Meutya Hafid meminta kepada masyarakat Indonesia agar lebih jeli untuk memilih tontonan dan bersama melakukan sensor mandiri.

Hal itu disampaikan Meutya Hafid saat hadir di Medan menghadiri acara Gerakan Nasional Budaya Sensor Mandiri yang bersama dengan Lembaga Sensor Film (LSF) di Hotel Arya Duta.

Meutya Hafid mengajak seluruh masyarakat Indonesia agar lebih jeli memilih dan melakukan sensor mandiri terhadap tontonan terkhusus konten Over The Top (OTT). Sebab, kata Meutya, 17 komisioner yang ada pada LSF tentunya tidak akan mampu melakukan sensor terhadap film yang begitu banyak masuk di Indonesia tanpa bantuan masyarakat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"LSF didorong oleh Komisi I untuk mengajak serta masyarakat yang namanya dengan sensor mandiri, karena tidak mungkin 17 komisioner melakukan sensor sendiri tanpa dibantu oleh masyarakat. Hal ini perlu kesadaran dan keinginan untuk melakukan bersama-sama," kata Meutya Hafid saat acara, Kamis (20/7/2023).

Lanjut Meutya Hafid, jika tontonan tidak tersensor oleh LSF dan sensor mandiri yang dilakukan oleh masyarakat akan berakibat pada rusaknya dan tergerusnya budaya pada masyarakat, terkhusus bagi anak anak Indonesia.

ADVERTISEMENT

Kemudian ia menyebut bahwa Komisi I juga melihat bahwa ada film yang berpotensi dijadikan sebagai senjata non militer, dan pada film itu memasukkan beberapa propaganda-propaganda.

"Bahayanya jika kita tidak melakukan sensor mandiri, ya pertama secara budaya kita akan tidak terasa terus tergerus dan terkikis. Komisi I juga melihat ada potensi film dapat digunakan juga untuk memasukkan propaganda-propaganda termasuk misalnya ini dapat dijadikan senjata non militer," ucap Meutya.

Untuk menghindari tontonan yang seperti itu masyarakat harus bekerjasama dengan LSF untuk melakukan budaya nasional sensor mandiri. Peran orang tua juga harus aktif dalam memilih tontonan anak.

Artinya dalam melakukan sensor mandiri, kaya Meutya, masyarakat seperti bergotong-royong untuk melihat tayangan yang baik dan sebaliknya untuk ditonton sebagai penikmat film.

"Jadi jangan karena kita takut jadi kita menghindari film, nah caranya adalah supaya tetap nonton film adalah dengan melakukan sensor mandiri. Jadi betul betul masyarakat yang menyensor mandiri, orang tuanya harus memilah. Kita juga memberikan informasi, sebetulnya sama seperti gotong royong untuk melihat tayangan yang bagus kita lihat dan juga menyebarkan kalau ada yang tidak bagus tidak ditonton," tutupnya.

Sementara itu, Ketua LSF Rommy Fibri Hardiyanto menyebut dengan adanya budaya nasional sensor mandiri. LSF mengajak masyarakat Indonesia untuk dapat memilih tontonan sesuai dengan klasifikasi usianya.

"LSF mengajak masyarakat untuk mampu memilih tontonan. Tontonan yang harus di sensor oleh masyarakat Indonesia adalah. Konten yang mengandung porno aksi, pornografi itu yang paling nyata dan itu berbahaya," ujarnya.

"Adanya budaya sensor mandiri ini, dengan memberikan arahan kepada masyarakat agar dapat memilih tontonan yang sesuai usia. Kita juga sudah bekerjasama dengan, Komisi I DPR, dan kementerian lembaga lain, dengan kampus juga. Kami juga sudah mempunyai desa sensor mandiri untuk mengajak masyarakat agar dapat memilih tontonan," pungkasnya.




(afb/afb)


Hide Ads