Wakil Wali Kota Medan Aulia Rachman meminta agar mewaspadai non pribumi di Kota Medan. Berdasarkan analisa Aulia, 20 tahun ke depan Wali Kota Medan akan berasal dari non pribumi.
Informasi yang diterima detikSumut, Aulia menyampaikan hal itu saat kegiatan buka bersama dengan tokoh-tokoh yang berasal dari Kabupaten Asahan di Kota Medan, Minggu (9/4) kemarin. Saat itu Aulia bercerita soal tata kelola keuangan daerah, kemudian dia mengatakan saat ini ada era pemusnahan peradaban.
"Saya lihat saat ini, kita sudah masuk dalam era pemusnahan peradaban, pemusnahan peradaban ini jangan main-main kita anggap," kata Aulia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Aulia menyebutkan, dia mempunyai analisa jika 20 tahun lagi, Kota Medan akan dipimpin oleh orang non pribumi. Hal itu dapat terjadi jika tidak ada gebrakan untuk mengantisipasi hal tersebut.
"Saya punya analisa, Medan ini 20 tahun yang akan datang kalau kita tidak menciptakan satu gebrakan baru, akan dikuasai oleh non pribumi untuk menjadi Wali Kota Medan, kita bisa lihat, ini yang saya analisa," sebutnya.
Dia menjelaskan bahwa analisa itu muncul karena Kota Medan merupakan kota yang multietnis. Saat ini menurut Aulia, tiga unsur pemusnahan peradaban tersebut sudah berjalan, yakni unsur keluarga, unsur pendidikan dan unsur tokoh.
Dari unsur tokoh, menurut Aulia tokoh yang pintar dan ingin melakukan perubahan saat ini mulai dibungkam. Sedangkan dari unsur pendidikan warga pribumi yang ekonominya menengah ke bawah tidak akan mendapatkan pendidikan yang baik dan akan tersingkir dan dari unsur keluarga, orang tua disibukkan untuk bekerja mencari nafkah sehingga anak dititipkan ke sekolah dan tidak mendapat pendidikan yang baik dan pada akhirnya mengalami krisis moral.
Kemudian Aulia menuturkan jika tugas mereka sebagai Pemerintah Kota Medan adalah menghambat laju pemusnahan peradaban tersebut. Ia kembali menegaskan agar semua harus hati-hati.
Wakil Ketua PDIP Sumut, Aswan Jaya mengaku sudah mengetahui pernyataan Aulia Rachman terkait pelabelan pribumi dan non pribumi itu. Aswan mengkritik pernyataan Aulia itu dan merasa aneh narasi itu muncul dari kepala daerah.
"Itu pernyataan aneh saja disampaikan oleh kepala daerah," kaya Aswan Jaya kepada detikSumut, Rabu.
Sebab menurutnya istilah pribumi yang awalnya disematkan oleh Belanda dari kata inlander. Padahal bangsa Indonesia pada tahun 1998 sudah melarang pejabat untuk menggunakan kata pribumi dan non pribumi.
"Pelabelan pribumi itu kan disematkan oleh Belanda dulu dari kata inlander yang bermakna merendahkan, harusnya itu tidak dipakai lagi karena tidak sejalan dengan semangat bernegara kita," ucapnya.
Aswan menegaskan apapun alasannya, penggunaan kata itu merupakan tindakan diskriminatif. Yang menonjolkan seolah-olah Medan hanya rumah bagi sebagian kelompok, padahal Medan merupakan kota yang heterogen.
"Apapun alasannya apapun tujuannya, penggunaan kata pribumi itu merupakan diskriminatif, seolah-olah Kota Medan hanya dimiliki oleh satu golongan saja, padahal Medan kan kota yang heterogen, banyak suku, agama, keturunan yang ada di Kota Medan," ujarnya.
Terkait dengan analisa 20 tahun ke depan Medan akan dipimpin oleh non pribumi, menurut Aswan setiap warga Medan berhak untuk memperoleh kekuasaan. Hal itu pun sudah dijamin oleh negara.
"Setiap warga Kota Medan itu berhak untuk memperoleh kekuasaan, memperluas pengaruh, bertahan hidup, dan itu dijamin oleh negara," sebutnya.
Dia kembali menegaskan jika narasi yang disampaikan oleh Aulia itu merupakan diskriminatif. Aneh bagi dia kepala daerah menyampaikan hal itu dan meminta Aulia untuk belajar lagi.
"Jadi kalau dibilang tahun 20 tahun nanti Medan akan dikuasai oleh non pribumi, itu seolah-olah mengatakan bahwa Medan hanya dimiliki oleh satu golongan saja, dan itu sungguh diskriminatif, aneh saja disampaikan oleh kepala daerah, perlu belajar lagi," tutupnya.
Kritik Dari Gerindra di Halaman Selanjutnya...
"Ya bagi Partai Gerindra bahwa setiap warga negara yang sudah memiliki kewarganegaraan secara formal, tentu memiliki hak dan kewajiban yang sama sebagai warga negara, tidak boleh dibeda-bedakan berdasarkan suku, agama, ras ataupun golongan," kata Sugiat.
Dia menilai dikotomi atau pembagian berdasarkan pribumi dan non pribumi tidak lah relevan. Apalagi jika seseorang itu sudah menjadi warga negara Indonesia.
"Oleh karena itu dikotomi antara pribumi dan non pribumi tidak relevan lagi, selama dia sudah menjadi warga negara Republik Indonesia," ucapnya.
Sugiat menyebutkan secara kepartaian, Gerindra mengecam adanya pejabat negara yang masih melakukan pengkotak-kotakan seperti.
"Makanya kita mengecam pejabat negara yang masih mengotomikan persoalan itu," sebutnya.
Saat disinggung soal apakah ada langkah Gerindra untuk memanggil Aulia yang merupakan Wakil Ketua Gerindra Sumut, Sugiat menuturkan mereka mengecam statemen Aulia sebagai Wakil Wali Kota Medan. Kemudian, terkait dengan Aulia sebagai kader Gerindra, mereka akan mempertimbangkan untuk mengambil langkah lebih lanjut.
"Ya dia itu kan menyampaikannya sebagai Wakil Wali Kota, kita sebagai partai mengecam statemen Wakil Wali Kota Medan yang masih mendikotomikan antara pribumi dan non pribumi, dia sebagai kader (Gerindra) nanti kita akan lihat lah perkembangannya kan," tutupnya.
Simak Video "Video: Heboh Oknum Polisi Palak Pemotor Wanita, Ini Kata Polrestabes Medan"
[Gambas:Video 20detik]
(astj/astj)