Ibadah puasa merupakan rukun Islam yang ketiga. Apabila meninggalkannya, maka wajib bagi seorang muslim untuk melakukan qadha puasa atau mengganti puasa tersebut di luar bulan Ramadan.
Dalam Surah Al-Baqarah ayat 185, Allah SWT berfirman yang artinya,
"... Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. ..."
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Akan tetapi, ada beberapa kondisi yang menyebabkan kita tidak dapat segera melunasi utang puasa. Alhasil, utang tersebut menumpuk hingga bertahun-tahun.
Bagaimana cara bayar utang puasa yang sudah bertahun-tahun? Mengenai hal ini, Ustaz Adi Hidayat telah memberikan penjelasan dalam video Tanya Jawab Ustaz Adi Hidayat oleh 20Detik.
Senada dengan ayat Surah Al-Baqarah ayat 185 di atas, Ustaz Adi Hidayat mengatakan, jumhur ulama telah sepakat bahwa setiap puasa yang pernah tidak dikerjakan atau tertinggal, maka hukumnya wajib untuk diqada atau diganti di hari-hari lain selain bulan Ramadan.
Yang jadi permasalahan, apabila puasa yang bolong tersebut sudah sampai bertahun-tahun, maka bagaimana cara melunasinya? Ustaz Adi Hidayat mengatakan, ulama terbagi menjadi dua pendapat terkait hal tersebut.
Pendapat pertama yang dipegang oleh mayoritas ulama (mazhab Syafi'i, Maliki, dan Hambali) menyatakan, wajib bagi orang yang memiliki utang puasa hingga bertahun-tahun untuk mengqada puasa sekaligus membayar kafarat (denda) dalam bentuk fidiah. Fidiah di sini adalah memberi makan orang miskin untuk setiap hari yang ditinggalkan.
Adapun alasan pandangan ini menambah kewajiban membayar kafarat adalah karena orang-orang yang punya utang puasa menahun sudah termasuk ke dalam golongan orang yang berat dalam menjalankan ibadah puasa, seperti yang tercantum dalam Surah Al-Baqarah ayat 184.
"Mereka (mazhab Syafi'i, Maliki, dan Hambali) berpandangan bahwa pelaku yang meninggalkan puasa ini dihukumi fidiah karena juga ditambahkan pada qiyas orang-orang yang tak mampu menunaikan puasa dalam firman Allah: wa 'alallażīna yuṭīqụnahụ fidyatun ṭa'āmu miskīn," jelas Ustaz Adi Hidayat dalam video, dikutip detikSumut, Selasa (14/3/2023).
Hal yang sama juga berlaku bagi orang yang mampu mengqada puasa, tetapi ia meninggalkannya. Orang tersebut wajib membayar utang puasa di hari selain Ramadan dan juga memberi makan orang miskin sebagai denda.
Sementara itu, Imam Abu Hanifah berpandangan bahwa antara qada puasa di luar Ramadan dan membayar fidiah adalah pilihan bagi mereka yang punya puasa sampai menahun. Kedua opsi tersebut tidak seharusnya digabungkan.
"Untuk itu, menurut Abu Hanifah, kalau Anda mau mengqada, maka Anda mengqada, tidak harus kemudian Anda menambahkan dengan fidiah," terang Ustaz Adi Hidayat.
Karena ada perbedaan pendapat antara ulama mengenai hal ini, mungkin detikers jadi bingung harus melakukan yang mana. Ustaz Adi Hidayat mengatakan, detikers dapat memilih opsi yang menurut kita paling meyakinkan dan mudah untuk dikerjakan.
Dalam hal ini, apabila detikers merasa mampu melakukan qada sekaligus membayar kafarat berupa fidiah, maka bisa segera dilaksanakan.
Namun, jika menurut detikers pendapat Abu Hanifah lebih nyaman dan mudah untuk dikerjakan, maka hal itu juga tidak menjadi masalah. Wallahua'lam bishawab.
(nkm/nkm)