Warga Medan yang mengaku pemilik lahan di areal Taman Cadika Pramuka di Medan Johor berunjuk rasa di halaman Kantor BPN Medan. Mereka meminta lahan tersebut dikeluarkan dari aset Pemerintah Kota (Pemkot) Medan.
"Kami minta BPN menjalankan putusan PTUN yang sudah inkrah. Isinya membatalkan sertifikat hak pengelolaan atas nama Pemkot Medan di atas lahan klien kami di Taman Cadika," kata Enni Martalena Pasaribu selaku kuasa pemilik lahan almarhum Jamuda Tampubolon, Rabu (22/2/2023).
"Putusan itu memerintahkan kepada BPN untuk mencabut hak pengelolaan itu," tambahnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ada pun ia datang bersama dengan istri Jamuda yang kini menjadi ahli waris, yakni Rulya Siahaan serta keluarga lainnya. Ia menjelaskan baru saja berjumpa dengan pihak BPN Medan yang diwakilkan oleh Kepala Seksi V bernama Elsa.
Alasan BPN belum menjalankan putusan karena lahan itu harus dihapuskan lebih dahulu dari aset Pemkot Medan. Sehingga mereka pun disuruh untuk mendatangi Pemkot Medan. Namun mereka menganggap hal itu adalah alibi BPN untuk menghindar.
"Seharusnya BPN tunduk atas putusan hukum yang sudah 16 tahun lamanya," ujarnya.
Ia menjelaskan terkait dengan kepemilikan tanah itu dimiliki oleh Jamuda Tampubolon dengan luas lahan 250.000 meter. Lahan itu didapat dari pengalihan hak melalui ganti rugi kepada Amir Hamzah bin Abd Rauf, sesuai surat keterangan Pengalihan Hak dan Ganti Rugi pada 4 Februari 1972.
Ia menyampaikan alas hak yang diperoleh pemilik tanah terlebih dahulu adalah surat keterangan nomor: 73/MDT/1967 pada 26 Agustus 1967 yang disetujui oleh Asisten Wedana Kecamatan Delitua.
Kemudian, Jamuda menghibahkan tanah tersebut sekitar 100.000 meter kepada abang kandungnya Poltak Tampubolon dan itu tertuang pada surat hibah pada 15 juli 1972.
Selanjutnya, dilakukan pengukuran sehingga dikeluarkan surat keterangan tanah nomor: 21062/A/III/7 pada 1 Februari 1974 atas nama Jamuda Tampubolon dan surat keterangan tanah Nomor: 23472/A/III/7 pada 1 Februari 1974 atas nama Poltak Tampubolon.
Surat itu dikeluarkan oleh Kepala Daerah Tingkat II Deli Serdang. Kemudian, pada tahun 1973 keduanya memberikan izin tanah mereka seluas 250.000 mΒ² untuk pembinaan warga pramuka.
Hal itu diperkuat dengan surat pernyataan yang dikeluarkan oleh Ketua Kwartir Cabang Pramuka TK-II Kodya Medan pada 12 Mei 1999.
Belakangan diketahui, terbit Sertifikat Hak Pengelolaan Nomor: 1/- Pangkalan Masyur, yang dikeluarkan oleh BPN Medan kepada Pemko Medan di lahan keduanya.
Selanjutnya, Jamuda merasa keberatan dan melakukan upaya hukum melalui PTUN Medan yang terdaftar dengan register perkara nomor: 35 G/2000/PTUN-Mdn.
Pihak yang tergugat Kepala BPN Medan dan Wali Kota Medan. Di ujung, amar putusannya adalah mengabulkan gugatan Jamuda untuk membatalkan Sertifikat Hak Pengelolaan Nomor: 1/- Pangkalan Masyur.
Pihak Pemko Medan dan Kepala BPN Medan pun melakukan upaya hukum banding di PTTUN Medan, terdaftar dengan register perkara nomor: 01/BDG-G MD/PT.TUN-MDN 2001. Hasilnya, permohonan para pembanding dikabulkan.
Tidak menyerah, pihak Jamuda Tampubolon kembali melakukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung dengan register perkara nomor: 283/K/TUN/2001. Hasilnya membatalkan putusan tingkat banding, dan menguatkan putusan PTUN Medan.
Berangkat dari hal itu, PTUN Medan mengeluarkan surat Perintah Pelaksanaan Putusan (Eksekusi) pada 1 Maret 2006. Mirisnya, sampai ini pihak BPN Medan belum melaksanakan eksekusi dengan alasan lahan itu belum dihapus sebagai aset yang dikelola Pemko Medan.
"Sampai sekarang lahan itu masih dimanfaatkan sebagai taman pramuka oleh Pemko Medan," tutupnya.
(dpw/dpw)