Gubernur Sumut Edy Rahmayadi menyebutkan penduduk desa di Sumut kini semakin berkurang. Hal ini menyebabkan ketimpangan antara penduduk kota dan desa.
Berdasarkan data dari Pemprov Sumut, penduduk desa pada tahun 2021 hanya 30 persen, dibandingkan perkotaan yang mendominasi 70 persen.
"Pada 2021 ada 70 persen penduduk kota dan 30 persen penduduk desa. Saya dengar 31 persen penduduk desa pada 2022 ini. Sehingga tidak ada yang menanam cabai, bersawah, semuanya mau pergi ke Kota. Tak punya tanah, beli triplek dan buat di pinggir sungai," ungkap Edy dalam acara seminar Harkodia di Hotel Aryaduta Medan, Rabu (30/11/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak hanya itu, Edy juga menyebutkan terjadi ketimpangan antara lulusan perguruan tinggi yang tiap tahun menyumbang 22 ribu sarjana per tahun.
"Jumlah mahasiswa kita ini 75 ribu orang. Kalau saja kita hitung tiap perguruan tinggi menghasilkan 100 orang sarjana, berarti tiap tahun ini ada 22 ribu lulusan. Sangat banyak, yang tidak diterima sana-sini bingung mau kemana," ujarnya.
Melihat banyaknya permasalahan di Sumut, Edy mengaku bingung dan membandingkan dirinya dengan keadaan di luar negeri. Bahkan, Edy sempat membandingkan dengan negara Singapura yang memiliki sumber daya alam (SDA) yang rendah namun mampu menjadi negara maju.
"Empat tahun saya jadi gubernur, kok apa ya. Apakah di luar negeri juga begitu. Sekolah ini bukan untuk cari kerja tapi mengisi ilmu dan mengelola wilayahnya. Potensi wilayah kita sangat menjanjikan, semua berkaitan baik pengusaha, asosiasi, si pemimpin, petani. Kalau tidak kita satu suara maka semua berantakan," ucap Edy.
"Singapura SDA-nya itu 20 persen tapi sumber daya manusianya itu 80 persen. SDA itu pasir semua, tapi kalau kita terbalik dari Singapura. Kita terus curi mencuri tapi tak kaya juga. Saya nonton piala dunia, tak ada orang Indonesia di situ. Kalau piala dunia kemarin masih mending ada orang Batak, Raja Nainggolan tapi warga negara Belgia. Memanglah, banyak Nainggolan di sini, tapi satu pula di Belgia," pungkasnya.
(afb/afb)