Menteri Koordinator (Menko) Politik, Hukum dan Hak Azasi Manusia (Polhukam) Mahfud MD berharap dugaan baku tembak yang menewaskan Brigadir Nopryansah Yoshua Hutabarat dapat terungkat dengan jelas.
Mantan ketua Mahkama Konstitusi (MK) itu percaya Polisi Republik Indonesia (Polri) profesional dalam mengusut kasus polisi tembak polisi di kediaman Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo.
Prinsipnya menurut Mahfud, Polri jangan memburu atau melindungi tikus dengan membakar rumahnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jangan mengejar tikus atau melindungi tikus lalu rumahnya yang dibakar, terbuka saja. Kan tata cara mengejar tikus itu sudah ada caranya, apalagi polisi sudah profesional," kata Mahfud seperti dilansir CNNIndonesia, Kamis (14/7/2022).
Mahfud mengatakan bahwa ada berbagai cara yang bisa dilakukan Polri dalam mengusut kasus baku tembak yang melibatkan Brigadir Nopryansah Yoshua Hutabarat dan Bharada E di rumah Irjen Ferdy Sambo.
"Kita tidak boleh membodoh-bodohkan diri kita, sehingga kita harus profesional," ucap Mahfud.
"Siapa yang melakukan apa, dilihat dari perilaku-perilaku sebelumnya, hubungan bagaimana dan seterusnya. Itu bisa dilacak dari situ kan," imbuhnya.
Sebelumnya, Mahfud Md menilai ada kejanggalan dalam kasus baku tembak yang terjadi di rumah dinas Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo tersebut.
Maka dari itu, Mahfud pun meminta kasus ini agar diusut tuntas sehingga ada kejelasan mengenai sebab akibat hingga terjadi baku tembak dan menewaskan Brigadir Yoshua.
Polri sempat memberikan penjelasan mengenai peristiwa polisi tembak polisi di rumah Ferdy Sambo. Dalam penjelasan tersebut Polri menyampaikan jika insiden tersebut terjadi karena Brigadir Nopryansah Yoshua Hutabarat, yang disebut sopir istri Ferdy, nyelonong masuk ke kamar pribadi Ferdy Sambo. Saat itu hanya ada istri Ferdy di kamar.
Brigadir Nopryansah Yoshua Hutabarat disebut melecehkan istri Ferdy Sambo dan menodongkan senjata api. Hal itu membuat istri Ferdy Sambo berteriak ketakutan hingga Bharada E menghampiri.
Masih berdasarkan penjelasan Polri, Bharada E memuntahkan 5 peluru dari senjata apinya karena Brigadir Nopryansah Yoshua Hutabarat disebut menyerang duluan dengan 7 tembakan. Peluru dari senjata Bharada E memberondong tubuh Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat, sementara peluru Brigadir Nopryansah Yoshua Hutabarat sama sekali tak melukai Bharada E.
Hanya saja apa yang disampaikan oleh Polri tersebut menurut Mahfud penjelasan itu tidak jelas.
"Kasus ini memang tak bisa dibiarkan mengalir begitu saja karena banyak kejanggalan yang muncul dari proses penanganan maupun penjelasan Polri sendiri yang tidak jelas hubungan antara sebab dan akibat setiap rantai peristiwanya," tuturnya.
(bpa/bpa)