Sebanyak 32 Ketua RT/RW di Kota Palopo, Sulawesi Selatan (Sulsel), menyatakan mundur dari jabatannya. Mereka mundur lantaran belum menerima insentif selama 9 bulan terakhir.
"Kami RT/RW se-Kelurahan Takkalala menyatakan mundur jumlahnya ada 3 RW dan 29 RT," kata Ketua RT 10 RW 02 Kelurahan Takkalala, Sopian Suri kepada detikSulsel, Minggu (1/9/2024).
Sopian mengatakan dirinya bersama RT/RW se-Kelurahan Takkalala mundur karena merasa tak dibutuhkan lagi. Mereka pun membuat pernyataan untuk berhenti menjabat RT/RW di wilayahnya masing-masing.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami (Ketua RT/RW) merasa bahwa kami sudah tidak dibutuhkan lagi, kami sudah tidak diharapkan lagi. Jadi dengan ini kami menyatakan bahwa kami sudah berhenti menjadi RT/RW," beber Sopian.
Dia pun mengajak kepada RT/RW se-Kota Palopo untuk menyatakan sikap yang sama agar dapat menjadi perhatian Pemkot Palopo. Sopian juga menyesalkan pernyataan salah satu anggota DPRD Palopo yang meminta kepada Pemkot Palopo untuk tidak membayarkan insentif mereka.
"Dan yang kami sesalkan adalah pernyataan salah satu anggota DPR kita yang di mana notabenenya dia diangkat oleh rakyat malah memberikan pernyataan bahwa insentif RT/RW sudah dihentikan," ujar Sopian.
Sopian juga menyebutkan telah melaksanakan konsolidasi bersama Ketua RT/RW se-Kelurahan Takkalala untuk melaksanakan aksi di kantor DPRD Kota Palopo pada Senin (2/9) besok. Dia ingin melibatkan seluruh RT/RW se-Kota Palopo yang ingin bergabung untuk memperjuangkan hak mereka.
"Hasil dari konsolidasi kami yaitu ingin melaksanakan aksi di depan kantor DPRD Kota Palopo pas di hari pelantikan anggota dewan kita yaitu hari Senin. Kami juga mengajak RT/RW se-Kota Palopo untuk bersama-sama memperjuangkan hak kita," tegasnya.
Sementara itu, Lurah Takkalala Hamka mengatakan Ketua RT/RW yang menyatakan mundur tersebut sebenarnya tak ingin mundur. Hanya saja, kata dia, mereka kesal atas pernyataan salah satu anggota DPRD Palopo yang menghentikan pembayaran insentif mereka.
"Sebenarnya mereka masih tetap ji mau bergabung di RT/RW, cuma kesal dengan pernyataan (anggota DPRD Palopo) yang ada dengan bahasa disetop insentifnya," ungkap Hamka.
Pihaknya kini menunggu petunjuk pimpinan Pemkot Palopo soal permasalahan tersebut. Hamka menyatakan siap melaksanakan apapun mekanisme yang harus dijalankan demi pembayaran insentif RT/RW tersebut dapat dilaksanakan.
"Mengenai tentang ada salah satu anggota dewan (DPRD Palopo) mengatakan bahwa insentif RT/RW akan dihentikan. Jadi, kami dari pemerintah khususnya kelurahan bahwa ada regulasi-regulasi yang disampaikan anggota dewan bahwa harus mengadakan pemilihan ya kami siap untuk melaksanakan. Tetapi harus ada kompensasi anggaran karena pemilihan itu membutuhkan anggaran," ucap Hamka.
Dia pun menegaskan tak mampu menghalangi RT/RW yang akan melaksanakan aksi di depan kantor DPRD Palopo besok. Karena Hamka menilai aksi yang akan dilakukan oleh RT/RW tersebut untuk menuntut hak mereka yang telah bekerja selama 9 bulan namun hingga kini tak dibayarkan.
"Yang jelas, kami di kelurahan sangat terbantu dengan adanya RT/RW ini dan kami sangat membutuhkan RT/RW ini untuk memaksimalkan pelayanan kepada masyarakat," pungkas Hamka.
Sebelumnya diberitakan, Banggar DPRD Palopo meminta Pemkot Palopo menahan pembayaran insentif RT/RW yang menunggak. Banggar khawatir pembayaran insentif bisa berakibat fatal.
"Sesuai hasil rapat Banggar DPRD Palopo merekomendasikan kepada PJ Wali Kota agar tidak melakukan pembayaran terhadap insentif RT/RW dan LPMK sebelum dilakukan pemilihan karena bertentangan dengan peraturan Mendagri," kata Anggota Banggar DPRD Palopo Baharman Supri kepada detikSulsel, Kamis (27/6).
Pembayaran insentif RT/RW bisa saja bermasalah di kemudian hari. Sebab mereka diangkat berdasarkan penunjukan dan bukan melalui pemilihan.
"Kasihan RT/RW di kemudian hari bisa ditangkap APH karena bertentangan dengan regulasi Mendagri yang berbunyi pemilihan bukan penunjukan langsung," jelas Baharman.
Dia menyarankan kepada Pemkot Palopo untuk membuatkan Surat Keputusan (SK) pengangkatan RT/RW. Akan tetapi, mesti melalui mekanisme pemilihan terlebih dahulu.
"Kami minta Pemkot buatkan SK dulu melalui mekanisme pemilihan, bukan lagi melalui mekanisme penunjukan," ujar Baharman.
(hmw/asm)