Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan dua saksi ahli dalam sidang kasus dugaan korupsi Rp 7,4 miliar pada proyek Jalan Ruas Sabbang-Tallang, Luwu Utara (Lutra). Ahli menyoroti penyimpangan tersistematis dalam proses pengadaan proyek tersebut.
Ahli pertama yakni ahli pengadaan barang dan jasa pemerintah dari LKPP, Fahrurrazi. Dalam persidangan, jaksa membacakan keterangan Fahrurarazi dalam BAP yang menyebut masalah penyalahgunaan anggaran itu bermula sejak tahap perencanaan yang tidak matang dan melanggar aturan.
"Ini mencakup tidak adanya identifikasi kebutuhan komprehensif," ujar Fahrurrazi dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Selasa (29/7/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia juga menyebut penetapan jenis barang atau jasa kerap tidak tepat sasaran. Selain itu, metode pengadaan yang digunakan dinilai tidak efisien sehingga membuka celah untuk melakukan tindak pidana korupsi.
"Penetapan jenis barang/jasa yang tidak tepat, serta penentuan metode pengadaan yang tidak efisien, membuka celah untuk korupsi sejak awal," tuturnya.
Menurutnya, beberapa proyek tidak mengikuti ketentuan Pasal 17 Perpres Nomor 16 Tahun 2018 yang mengatur tahapan pengadaan barang dan jasa pemerintah secara jelas dan terstruktur. Fahrurrazi turut menegaskan bahwa penyimpangan di tahap awal akan memicu terjadinya penyalahgunaan anggaran di tahap selanjutnya.
Sementara saksi ahli kedua adalah ahli pengelolaan keuangan negara dari Kementerian Keuangan Syakran Rudi. Syakran menilai adanya indikasi kuat praktik korupsi pada pengadaan proyek Jalan Ruas Sabbang-Tallang tersebut.
Menurut Syakran, hal itu dipicu oleh tidak dilakukannya pengujian atas keabsahan dokumen penagihan. Padahal, proses tersebut penting untuk memastikan legitimasi pembayaran.
"Ini berakibat pada tidak didapatnya daya manfaat sepenuhnya atas pekerjaan ruas Jalan Sabbang-Tallang, sebagaimana tujuan kegiatan tersebut dialokasikan dalam APBD Provinsi Sulawesi Selatan Tahun Anggaran 2020. Kekurangan pekerjaan ini, serta penggunaan uang yang tidak sesuai peruntukannya melainkan untuk kepentingan pribadi atau kelompok, telah memenuhi unsur kerugian negara," kata Syakran.
Sebagai informasi, kasus ini melibatkan sembilan terdakwa, di antaranya adalah eks Kabiro Pengadaan Barang dan Jasa Sulsel Sari Pudjiastuti, Aksan Hi Ahmad Sofyan selaku PPK, Joko Pribatin selaku PPTK, Marlin Sianturi selaku Direktur PT Aiwondeni Permai, Ong Onggianto Andres selaku Pimpinan Cabang PT Aiwondeni Permai, Baharuddin Januddin selaku General Superintendent (GS) PT Aiwondeni Permai, Erfan Djulani selaku pemodal/pelaksana, Darmono selaku pemodal/pelaksana dan Andi Rilman Abdullah pemodal/pelaksana.
Mereka diduga terlibat dalam pelaksanaan proyek yang menyalahi aturan dan merugikan keuangan negara senilai Rp 7,4 miliar. Proyek pembangunan Jalan Sabbang-Tallang sepanjang 18 kilometer itu dikelola Dinas PUPR Sulsel tahun anggaran 2020 dengan nilai kontrak yang mencapai Rp 55,6 miliar.
(hmw/asm)