Pantauan detikSulsel di lokasi, Selasa (15/7/2025), para pendemo mendatangi sekolah itu pada pukul 14.35 Wita. Setibanya di lokasi, orator langsung menyuarakan aspirasinya.
"Nyatanya sampai hari ini kita lihat, beberapa orang yang kita perjuangkan yang punya cita-cita lanjutkan pendidikan, namun nyatanya tidak ada solusi dari pihak sekolah dan pihak Disdik Sulsel," ujar salah satu orator.
Tak berselang lama, sembari orasi disampaikan, warga lainnya pun mulai memotong besi untuk menyegel pagar. Sekitar pukul 14.40 Wita, mesin las pun mulai dinyalakan untuk mengunci pagar sekolah.
Terlihat sejumlah tenaga pendidik di sekolah tersebut masih berada di dalam sekolah. Aparat keamanan juga terlihat mengawal aksi ini.
Ada dua gerbang di sekolah tersebut. Gerbang bagian dalam dan gerbang utama tak luput dari segelan pengunjuk rasa. Sementara orator terdengar tak henti-hentinya menyuarakan agar pihak sekolah yang ada di dalam segera keluar.
Sekitar pukul 15.23 Wita, para pendemo memasang spanduk yang bertuliskan 'sekolah ini disegel'. Spanduk dengan tulisan piloks warna merah tersebut dipasang di gerbang utama.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, pihak sekolah meliburkan MPLS dan mengalihkan pertemuan melalui daring. Hal itu dilakukan untuk menghindari aksi ini.
Sebelumnya diberitakan, sejumlah massa dari Aliansi Masyarakat BTP di Makassar menggelar demonstrasi di SMAN 21 Makassar dan Kantor Dinas Pendidikan (Disdik) Sulsel. Mereka menduga ada praktik jual beli kursi pada proses Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) di SMAN 21 Makassar.
Salah satu orator, Rafi, menyampaikan bahwa terdapat dugaan kuat adanya praktik jual beli kursi oleh oknum di lingkungan sekolah. Selain itu, ada ketidaksesuaian antara data yang disampaikan saat sosialisasi dan realisasi jumlah rombongan belajar (rombel) siswa yang diterima.
"Pendidikan seharusnya tidak berpihak kepada golongan tertentu. Kepala sekolah diduga menjadi makelar menjual kursi bagi mereka yang mampu membayar," teriak Rafi dalam orasinya.
Menurutnya, pihak sekolah sebelumnya telah mensosialisasikan bahwa setiap rombel akan diisi oleh 40 siswa. Namun kenyataannya, setelah seleksi selesai, hanya 36 siswa yang diterima dalam satu rombel.
"Kami datang ke sini untuk menuntut Dinas Pendidikan sebagai otoritas tertinggi untuk mengatur, mengawasi, dan mengevaluasi. Ini bukan hanya soal angka, ini soal integritas," tambahnya.
(asm/sar)