DPRD Makassar RDP dengan PT Aditarina gegara Lahan di Manggala Dikuasai Warga

DPRD Makassar RDP dengan PT Aditarina gegara Lahan di Manggala Dikuasai Warga

Muh Zulkarnaim - detikSulsel
Senin, 19 Mei 2025 18:13 WIB
Rapat dengan pendapat bersama Komisi A DPRD Makassar dengan PT PT Aditarina Arispratama terkait sengketa lahan.
Foto: Rapat dengan pendapat bersama Komisi A DPRD Makassar dengan PT PT Aditarina Arispratama terkait sengketa lahan. (Zulkarnaim/detikSulsel)
Makassar -

DPRD Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), menggelar rapat dengar pendapat (RDP) dengan PT Aditarina Arispratama yang mengadukan persoalan sengketa lahan di Kelurahan Bitoa, Kecamatan Manggala. Pihak perusahaan mengklaim lahannya seluas 30 hektare di Bitoa telah dikuasai oleh sejumlah warga.

RDP tersebut berlangsung di ruang rapat Komisi A DPRD Makassar pada Senin (19/5/2025). Anggota Komisi A DPRD Makassar menerima langsung perwakilan pihak perusahaan yang menginginkan persoalan sengketa lahan ini bisa dimediasi tanpa harus menempuh upaya hukum.

"PT Aditarina ini sudah menjalankan iktikad baik untuk melakukan ganti rugi," ujar anggota Komisi A DPRD Makassar Tri Sulkarnain Ahmad dalam keterangannya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sulkarnain mengapresiasi pihak perusahaan yang mengutamakan proses mediasi. Dia berharap perkara sengketa lahan ini diselesaikan dengan baik lewat proses pemberian kompensasi.

"Silakan Aditarina tetap menjalankan iktikad baik itu, sambil tetap berkoordinasi dengan ibu lurah dan camat," tambah Sulkarnain.

ADVERTISEMENT
Kuasa hukum PT Aditarina Arispratama, Rizal.Foto: Kuasa hukum PT Aditarina Arispratama, Rizal. (Zulkarnaim/detikSulsel)

Dalam rapat itu, Kepala Dinas Pertanahan Makassar Sri Sulsilawati turut menegaskan, PT Aditarina memiliki dokumen akta jual beli (AJB) milik PT Aditarina atas lahan di Bitoa. Dokumen itu memiliki kedudukan hukum yang tinggi dibanding klaim sebagian warga yang memiliki kuitansi pembelian atau penyewaan lahan.

"AJB itu lebih penting, bisa jadi bukti untuk sengketa properti. Karena dibuatkan PPAT ada kekuatan hukum yang autentik. Jadi status hukumnya PT Aditarina lebih tinggi," jelas Sri dalam keterangannya.

Pihaknya mendorong PT Aditarina tetap membujuk warga mengosongkan lahan miliknya. Jika nantinya sebagian oknum masih bersikeras, maka diperlukan langkah hukum yang tegas.

"Kalau sudah buntu negosiasinya, hukum lagi yang berbicara karena PT Aditarina ini punya dokumen yang sah," tegasnya.

Sementara itu, kuasa hukum PT Aditarina Arispratama, Rizal menegaskan pihaknya mempertimbangkan aspek kemanusiaan dalam mengatasi persoalan ini. Perusahaan akan memberikan kompensasi kepada warga yang mengklaim kepemilikan lahan di Bitoa.

"Sejak awal kami melakukan upaya persuasif, kami juga tidak melaporkan semua warga yang di sana. Kenapa itu kami lakukan, karena ini juga terkait aspek kemanusiaan," ujar Rizal kepada wartawan.

Rizal mengungkapkan pendekatan humanis menjadi alasan utama pihaknya belum menempuh jalur hukum. Pihak perusahaan masih memberi ruang bagi penyelesaian damai tanpa upaya mengkriminalisasi warga.

"Kita sudah tawarkan kepada mereka secara kemanusian kalau mereka mau keluar, kita berikan kompensasi setiap warga yang keluar setelah disesuaikan datanya boleh dapat Rp 4 juta per orang untuk pemindahan itu," tuturnya.

"Karena kan berada di tanah miliknya PT Aditarina. Dan kami juga sudah lakukan proses ini, proses mediasi kemarin di kantor kecamatan di Polrestabes sudah kami lakukan itu," sambung Rizal.

Dia menegaskan upaya mediasi telah dilakukan di beberapa tempat, termasuk di kantor kecamatan dan Polrestabes Makassar. Tawaran kompensasi juga diberikan kepada warga yang bersedia pindah dari lokasi.

"Itukan memang dulu itu Aditarina sejak dulu ada penjaga tanahnya. Namanya Daeng Nekeng kan, Daeng Nekeng ini menurut pengakuannya pernah hadir juga di RDP pertama di Polrestabes juga sudah di BAP," ungkapnya.

Rizal menyebut keberadaan warga di lahan itu berasal dari hubungan mereka dengan penjaga tanah bernama Daeng Nekeng. Menurutnya, uang yang diterima oleh Daeng Nekeng bukanlah bentuk transaksi jual beli lahan.

"Dia (Daeng Nekeng) mengatakan saya tidak pernah menjual, saya hanya menerima uang terimakasih karena mereka bisa tinggal itu bisa dibuktikan dengan nilai-nilainya ada Rp 7 juta ada Rp 5 juta untuk tanah yang 8x15 meter persegi contohnya gitu." tambahnya.

Rizal juga menepis tudingan miring terhadap PT Aditarina terkait konflik lahan di Bitoa. Dia memastikan seluruh prosedur administrasi sudah mereka tempuh lewat jalur resmi, termasuk laporan ke polisi.

"Semua dokumen prosedural kami melalui semua instansi instansi yang resmi lah melalui kecamatan, kelurahan semua sudah di Kepolisian juga sudah supaya clear-kan, tidak ada isu-isu yang berkembang kemana-mana bahwa kami mafia tanah mau ambil tanahnya orang kan gitu," terang Rizal.




(sar/nvl)

Hide Ads