Kompolnas Soroti Kasus Bripda F Nikahi Korban Perkosaan hingga Lolos PTDH

Kompolnas Soroti Kasus Bripda F Nikahi Korban Perkosaan hingga Lolos PTDH

Hermawan Mappiwali - detikSulsel
Senin, 13 Jan 2025 16:17 WIB
Anggota Kompolnas Irjen (Purn) Ida Oetari Poernamasasi.
Foto: Anggota Kompolnas Irjen (Purn) Ida Oetari Poernamasasi. (Reinhard/detikSulsel)
Makassar - Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) turut buka suara terkait kasus Bripda F menikahi wanita yang diperkosanya hingga 10 kali. Pernikahan itu disebut tidak seharusnya terjadi.

"Prinsipnya korban perkosaan itu sebaiknya tidak dinikahkan," ujar Komisioner Kompolnas Irjen Purn Ida Oetari kepada detikSulsel, Senin (13/1/2025).

Ida menekankan penanganan terhadap wanita korban kekerasan seksual seharusnya menjadi prioritas. Sementara pernikahan tersebut, kata Ida, justru tidak memihak korban.

"Karena perempuan yang diperkosa akan trauma (jika dinikahkan dengan pelaku)," ujar Ida.

Bripda F sendiri dituding menelantarkan wanita korban perkosaan yang telah dinikahinya itu. Menanggapi hal itu, Ida pun sepakat jika korban kembali membawa kasus ini ke ranah hukum.

"Laporkan saja KDRT nya ke Polda atau Polres," kata Ida.

Dalam catatan pemberitaan detikSulsel, Bripda F diproses pelanggaran kode etik akibat memperkosa wanita yang merupakan mantan pacarnya hingga 10 kali. Dia dituding melakukan aksi bejat itu dengan modus mengancam akan menyebarkan video asusila korban yang diam-diam direkam Bripda F semasa mereka masih berpacaran.

Bripda F kemudian mendapatkan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat dalam dalam sidang kode etik yang digelar di Ruang Sidang Propam Polda Sulsel, Selasa (24/10/2023) silam. Selain PTDH, Bripda F saat itu juga juga disanksi penempatan khusus (patsus) selama 30 hari.

"Tadi sudah kita dengar bersama, putusannya adalah PTDH," ujar Kabid Propam Polda Sulsel Kombes Zulham kepada wartawan, Selasa (24/10/2023).

"Jadi ada dua putusan, sanksi yang berkait etiknya itu perbuatan tercela. Kemudian yang bersifat administratif itu adalah PTDH dan penempatan khusus selama 30 hari," ungkapnya.

Sanksi PTDH terhadap Bripda F merujuk pada Pasal 13 PP Nomor 1 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri. Bripda F juga melanggar Pasal 5 Perpol Nomor 7 tahun 2022 tentang Etika Kelembagaan.

Selain itu, Bripda F diduga melanggar Pasal 8 dan Pasal 13 Perpol Nomor 7 Tahun 2022. Hal itulah yang menjadi dasar pertimbangkan pemberian sanksi terhadap Bripda F.

"Jadi ada beberapa dasar pertimbangan kita," sebut Zulham.

Bripda F Ketahuan Batal Dipecat

Berselang satu tahun sejak PTDH, Bripda F terungkap batal dipecat tidak hormat berdasarkan putusan di tingkat banding. Hal tersebut turut dibenarkan oleh Polda Sulsel.

"Tidak dipecat, karena putusan bandingnya tidak dipecat tapi didemosi 15 tahun," ujar Kabid Humas Polda Sulsel Kombes Didik Supranoto kepada detikSulsel, Sabtu (11/1/2025).

Kombes Didik mengatakan Bripda F memang menikahi korbannya. Menurutnya, kesepakatan pernikahan itu mempengaruhi putusan banding kasus Bripda F yang semula PTDH menjadi demosi.

"Sidang kode etik pertama (memang PTDH) kemudian dia banding. Setelah banding, di situ ada kesepakatan mereka menikah. Kemudian putusan bandingnya itu didemosi 15 tahun di Polres Toraja Utara, itu enggak bisa naik pangkat 15 tahun," jelas Didik.

Bripda F Nikahi Korbannya Diduga demi Lolos PTDH

Meski lolos dari PTDH, Bripda F lagi-lagi menuai sorotan. Pasalnya, dia dituding sengaja menikahi korban perkosaannya semata-mata demi menyelamatkan karirnya di kepolisian.

"Kami menduga, bahkan atas pengakuan korban bahwa dia nikahi ini hanya karena untuk menghindari jeratan hukum maupun PTDH," ujar kuasa hukum korban perkosaan, Muhammad Irvan kepada detikSulsel, Sabtu (11/1).

Bripda F sendiri menikahi korban perkosaannya pada 20 Desember 2023. Korban disebut rela menerima pernikahan itu dengan alasan menerima itikad baik Bripda F.

Belakangan pihak korban merasa dikhianati sebab Bripda F langsung meninggalkan istrinya pada hari pertama setelah pernikahan itu. Bripda F juga dituding enggan menemui istrinya di Makassar.

"Tidak sampai 24 jam (setelah menikah) sudah ditinggalkan oleh suaminya," kata Irvan.

Irvan menjelaskan pihak keluarga telah berupaya menemui orang tua Bripda F untuk membahas perlakuan Bripda F. Namun pertemuan tersebut ditolak.

"Bahwa pada tanggal 2 Januari 2024, (korban) bersama kedua orang tua ke Makassar bermaksud untuk silaturahim dengan keluarga Bripda F tapi ditolak oleh bapak (dari) Bripda F, Kompol M melalui pesan singkat WhatsApp," kata Irvan.

Bripda F juga dituding mengabaikan korban saat jatuh sakit di Makassar pada Jumat (12/1/2024). Menurut Irvan, korban telah berupaya mengabari Bripda F terkait kondisinya itu.

"Pada 12 Januari 2024, (korban) mulai sakit-sakitan dan tinggal di kos sendiri, Bripda F yang merupakan suaminya tidak pernah datang mengunjungi istrinya yang sedang terbaring sakit-sakitan seorang diri di kosannya," kata Irvan.

Lebih lanjut, Irvan menyebut Bripda F tidak memberi tahu korban saat dia telah pindah tugas ke Polres Toraja Utara. Hal ini membuat korban menyusul Bripda F ke Toraja Utara, meski tidak diterima oleh Bripda F.

"Di Kabupaten Toraja Utara, korban menyewa kos atau kontrakan. Dia tinggal sendiri, karena tidak diterima oleh Bripda F untuk tinggal bersama. Padahal, Bripda F pada saat itu juga menyewa kamar kos dan tinggal sendiri," katanya.

Dia juga memastikan kliennya itu kerap menghubungi Bripda F di Toraja Utara. Namun korban tetap diabaikan oleh Bripda F.

"Kapolres Toraja Utara (sudah) memanggil kedua belah pihak dan dipertemukan di kantor Polres Toraja Utara untuk dilakukan mediasi namun Bripda F tetap bersikukuh untuk tidak menjalankan kewajibannya sebagai suami," katanya.

Irvan menegaskan pihaknya telah melaporkan Bripda F ke Polda Sulsel terkait dugaan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Bripda F juga telah dilaporkan ke Propam Polda Sulsel.

"Jadi PKDRT itu kan ada beberapa poin, ada beberapa pasal yang mengatur terkait dengan apa-apa saja yang masuk dalam kategori PKTDR, seperti kekerasan fisik, penelantaran, psikis. Dan kemarin korban sudah melakukan tes psikiater hasilnya depresi, sampai saat ini masih mengonsumsi obat untuk meringankan depresinya akibat dari penelantaran," ujarnya.


(hmw/sar)

Hide Ads